Sabtu, 21 April 2012

McDonnell Douglas YC-15, 1975



YC-15 merupakan usulan McDonnell Douglas untuk US Air Force dalam kompetisi Advanced Medium STOL Transport (AMST), untuk menggantikan C-130 Hercules sebagai standar transportasi taktis STOL USAF. Pada akhirnya baik YC-15 ataupun YC-14 Boeing tidak diproduksi, akan tetapi desain dasar YC-15 akan digunakan untuk membuat C-17 Globemaster III yang sukses.


Desain dan Pengembangan

Pada tahun 1971 USAF mulai bekerja pada rangkaian proposal purwarupa, yang menghasilkan proyek AMST dan Light Weight Fighter (Pesawat Tempur Ringan). RFP resmi dikeluarkan pada Januari 1972, yang menginginkan pesawat yang mampu mendarat dan lepas landas pada landasan tidak dipersiapkan sepanjang 2.000 kaki (610 m), jarak jangkau 500 nmi (930 km) dengan beban 27.000 lb (12.000 kg) tanpa pengisian ulang bahan bakar. Sebagai perbandingan, C-130 memerlukan landasan sepanjang 4000 ft (1200 m). Lima perusahaan menyerahkan desain untuk berkompetisi, Boeing dengan Model 953 pada Maret 1972. Pada 10 November 1972, dilakukan penyaringan, Boeing dan McDonnell Douglas memenangkan kontrak untuk pembuatan masing-masing dua purwarupa.

Desain McDonnell Douglas memakai sayap supercritical, hasil penelitian NASA yang dilakukan oleh Richard Whitcomb. Desain sayap ini menurunkan secara dramatis drag gelombang transonic sebanyak 30% dibandingkan dengan desain sayap konvensional, sementara pada saat yang sama menawarkan daya angkat pada kecepatan rendah yang sangat bagus. Paling kontemporer, pesawat ini memnggunakan sayap tertekuk untuk menurunkan drag gelombang, tetapi ini menyebabkan pengendalian pesawat pada kecepatan rendah menjadi sulit, yang membuatnya menjadi tidak cocok untuk operasi STOL.

Tim Desain juga memilih untuk menggunakan externally-blown flaps untuk meningkatkan daya angkat. Sistem ini menggunakan double-slotted flaps langsung ke bagian exhaust mesin jet, sedangkan sisa dari exhaust terus melalui flap dan kemudian terus melengkung ke bawah akibat efek Coandă. Walaupun efek ini telah dipelajari untuk beberapa waktu oleh NASA, bersama dengan konsep serupa, dengan pemakaian turbofan yang panas dan exhaustnya terkonsentrasi, membuat sistem sulit untuk digunakan. Pada saat proyek AMST, mesin telah berubah drastis dan sekarang lebih tidak terkonsentrasi dan udara yang dikeluarkan jauh lebih dingin. Untuk YC-15, empat mesin kecil digunakan, versi dari Pratt & Whitney JT8D yang banyak digunakan pada Boeing 727, dimodifikasi dengan fan ekstra di belakang mesin untuk meningkatkan aliran udara sejuk.

Desain Boeing pada umumnya serupa, dan juga memanfaatkan sebuah sayap supercritical. Tetapi terdapat perbedaan yaitu pada penempatan mesinnya. Desain Boeing menggunakan "upper surface blowing". Sistem ini memungkinkan mereka untuk menempatkan dua mesin yang lebih besar dekat dengan akar sayap, menggunakan diffuser untuk menyebarkan exhaust di atas permukaan. Mereka merasa desain ini menawarkan tingkat keselamatan lebih apabila terdapat kegagalan pada satu sisi mesin, sedangkan sistem bawah sayap pada YC-15 akan mengakibatkan daya angkat simetris signifikan.


Pengujian

Dua YC-15 dibuat, satu dengan bentang sayap 110 kaki (# 72-1876) dan satu dengan bentang 132 kaki (# 72-1875). Keduanya memiliki panjang 124 kaki (38 m) dan bermesin empat Pratt & Whitney JT8D-17, masing-masing dengan daya dorong 15.500 lbf (68,9 kN).

Penerbangan pertama dilakukan pada 26 Agustus 1975. Purwarupa kedua mengikuti pada bulan Desember. Mereka diuji untuk beberapa waktu di McDonnell Douglas karena purwarupa Boeing belum siap sampai hampir satu tahun kemudian. Pada bulan November 1976 kedua rancangan telah dipindahkan ke Edwards Air Force Base untuk pengujian kepala-ke-kepala, termasuk pengangkutan beban berat seperti tank dan artileri dari landasan tanah Graham Ranch, Runway 22.

YC-15 menyelesaikan 600 jam program uji penerbangan pada 1977. Pada Maret 1976 Air Force Chief of Staff Gen David C. Jones meminta Air Force Systems Command untuk melihat apakah mungkin untuk menggunakan satu model AMST untuk peran pengangkutan udara strategis dan taktis, atau sebagai alternatif, jika mungkin mengembangkan derivative non-STOL dari AMST untuk peran airlift strategis. Hal ini menyebabkan sejumlah studi yang pada dasarnya menyimpulkan bahwa modifikasi semacam itu tidaklah mudah, dan akan memerlukan perubahan besar dengan ukuran pesawat yang lebih besar.

Meskipun YC-14 dan YC-15 memenuhi atau melampaui spesifikasi dari permintaan USAF, semakin pentingnya misi strategis vs taktis akhirnya membuat USAF untuk mengupdate C-130 untuk jangka pendek karena lebih menguntungkan. Program AMST dibatalkan pada tahun 1979. Pada Januari 1979, C-X Task Force dibentuk untuk mengembangkan pesawat strategis sesuai kebutuhan. C-X akhirnya menjadi C-17 Globemaster III, yang dikembangkan berdasarkan desain dasar YC-15.





Specifications

General characteristics
•Crew: 3
•Capacity: Up to 150 troops or 78,000 lb (35,000 kg) of cargo
•Length: 124 ft 3 in (37.9 m)
•Wingspan: 110 ft 4 in/132 ft 7 in (33.6 m/40.4 m)
•Height: 43 ft 4 in (13.2 m)
•Wing area: 1,740 ft² (162 m²)
•Empty weight: 105,000 lb (47,600 kg)
•Max takeoff weight: 216,680 lb (98,286 kg)
•Powerplant: 4× Pratt & Whitney JT8D-17 turbofans, 16,000 lbf (72,5 kN) each

Performance
•Maximum speed: 465 knots (861 km/h)
•Range: 2,600 nm (4,810 km)

McDonnell Douglas F-4 Phantom II, 1958





Role: Interceptor fighter, fighter-bomber
National origin: United States
Manufacturer: McDonnell Aircraft/McDonnell Douglas
First flight: 27 May 1958
Introduction: 30 December 1960
Status: 631 active in non-US service. Also in US service as drones as of 2008
Primary users: United States Air Force; United States Navy; United States Marine Corps
Produced: 1958–1981
Number built: 5,195
Unit cost: US$2.4 million when new (F-4E)


McDonnell Douglas F-4 Phantom II adalah pesawat tempur interseptor/bomber dua tempat duduk, bermesin ganda, semua cuaca, jarak jauh yang awalnya dikembangkan untuk AL AS oleh McDonnell Aircraft. Pesawat ini terbukri sangat adaptable, dan menjadi salah satu bagian utama airwings dari US Navy, US Marine Corps dan US Air Force. Pesawat ini digunakan secara luas oleh ketiganya selama Perang Vietnam, menjadi pesawat tempur superioritas udara utama bagi AL dan Angkatan Udara AS, serta memegang peranan penting sebagai penyerang daratan dan pengintaian dalam perang.

Mulai beroperasi di tahun 1960, Phantom terus menjadi bagian dari kekuatan udara militer AS sepanjang tahun 1970-an dan 1980-an, secara bertahap diganti dengan pesawat yang lebih modern seperti F-15 Eagle dan F-16 Fighting Falcon di AU AS; F-14 Tomcat dan F/A-18 Hornet di AL AS, dan F/A-18 di korps marinir. Pesawat ini tetap digunakan oleh Amerika Serikat dalam peran pengintaian dan Wild Weasel pada Perang Teluk 1991, akhirnya dipensiunkan tahun 1996. Phantom yang juga dioperasikan oleh angkatan bersenjata dari 11 negara lain. Phantoms Israel dipakai secara luas dalam konflik Arab-Israel, sedangkan Iran menggunakan armada besar Phantoms dalam Perang Iran-Irak. Phantoms tetap berada di garis depan pelayanan dengan tujuh negara, dan digunakan sebagai target tak berawak oleh AU AS.

Produksi Phantom berjalan pada 1958-1981, dengan total 5.195. Produksi ekstensif ini membuatnya sebagai pesawat Barat kedua yang diproduksi terbanyak, setelah F-86 Sabre dengan produksi mendekati 10.000.


Overview

F-4 Phantom dirancang sebagai pesawat tempur armada pertahanan untuk AL AS, dan pertama beroperasi di tahun 1960. Pada 1963, pesawat ini diadopsi oleh AU AS untuk peran fighter-bomber. Ketika produksi berakhir pada 1981, 5.195 Phantom II telah dibuat, membuatnya menjadi pesawat supersonic Amerika terbanyak. Sampai datangnya F-15 Eagle, F-4 juga memegang rekor untuk lamanya waktu produksi yang berjalan hingga 24 tahun. Inovasi F-4 termasuk radar pulse-doppler dan penggunaan luas bahan titanium dalam airframe.

Walaupun dimensi yang mengagumkan dan berat take-off maksimalnya di atas 60.000 pounds (27.000 kg), F-4 memiliki kecepatan maksimal Mach 2,23 dan kecepatan naiknya lebih dari 41.000 kaki per menit (210 m/s). Tak berapa lama setelah pengenalan pesawat ini, Phantom membuat 15 rekor dunia, termasuk rekor kecepatan absolut 1.606,342 mph (2.585,086 km/h), dan rekor ketinggian mutlak 98.557 kaki (30.040 m). Walaupun dilakukan pada 1959-1962, lima rekor kecepatannya tidak dipecahkan oleh pesawat lain hingga 1975 ketika F-15 Eagle mulai beroperasi.

F-4 dapat membawa hingga 18.650 pounds (8480 kg) senjata pada sembilan hardpoints eksternal, termasuk misil udara-ke-udara dan udara-ke-tanah, dan bom tanpa-pemandu, ber-pemandu, dan nuklir. Sejak F-8 Crusader digunakan untuk pertempuran jarak dekat, F-4 dirancang, seperti interseptor masa kini, tanpa kanon internal. Dalam dogfight, RIO atau WSO (biasa disebut "backseater" atau "pitter") membantu pelacakan pesawat musuh, visual maupun dengan radar. Pesawat ini menjadi fighter-bomber utama di AL dan AU AS pada akhir Perang Vietnam.

Karena tampilan yang unik dan pengoperasiannya yang meluas oleh militer Amerika Serikat dan sekutunya, F-4 menjadi salah satu ikon yang paling dikenal pada masa Perang Dingin. Ia beroperasi dalam Perang Vietnam dan konflik Arab-Israel,awak F-4 Amerika Crews mengklaim 277 kemenangan udara di Asia Tenggara dan menyelesaikan serangan tak terhitung ke darat.

F-4 memiliki kinerja kecepatan Mach 2 dengan jarak jauh dan kapasitas angkut seperti bomber, sehingga menjadi rujukan untuk generasi pesawat berikutnya untuk ukuran pesawat tempur berbobot besar dan kecil/menengah dan dioptimalkan untuk siang hari. Phantom digantikan oleh F-15 Eagle dan F-16 Fighting Falcon di AU AS. Di AL As, diganti oleh F-14 Tomcat dan F/A-18 Hornet yang memakai kembali konsep pesawat tempur peran-ganda.


Desain dan Pengembangan

Asal Muasal

Dalam 1952, Ketua aerodinamis McDonnell, Dave Lewis, ditunjuk oleh CEO Jim McDonnell menjadi Preliminary Desain Manager perusahaan itu. Dengan tidak adanya kompetisi baru untuk pembuatan pesawat terbang, studi internal AL menyimpulkan bahwa sangat diperlukan pesawat baru dengan jenis yang berbeda, yaitu pesawat attack-fighter.

Pada 1953, McDonnell Aircraft mulai merevisi pesawat tempur AL F3H-Demon, untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja yang lebih baik. Perusahaan mengembangkan beberapa proyek termasuk varian yang bermesin Wright J67, dan varian yang bermesin dua Wright J65, atau dua mesin General Electric J79. Versi bermesin J79 menjanjikan kecepatan tertinggi Mach 1,97. Pada tanggal 19 September 1953, McDonnell mendekati AL Amerika Serikat dengan proposal untuk "Super Demon". Uniknya, pesawat terbang ini modular-dapat dipasang dengan hidung satu atau dua kursi untuk berbagai misi, ujung hidung berbeda untuk menampung radar, kamera foto, empat kanon 20 milimeter, atau 56 roket tak-berpemandu FFAR di samping sembilan hardpoints di bawah sayap dan badan pesawat. AL tertarik untuk memesan maket skala penuh dari F3H-G/H, tetapi merasa bahwa Grumman XF9F-9 dan Vought XF8U-1 sudah memenuhi kebutuhan AL akan pesawat tempur supersonik.

Desain McDonnell dibuat ulang menjadi fighter-bomber segala cuaca dengan 11 hardpoints eksternal untuk senjata dan pada tanggal 18 Oktober 1954, perusahaan menerima surat untuk membuat dua purwarupa YAH-1. Pada tanggal 26 Mei 1955, empat petugas AL tiba di kantor McDonnell, dan dalam pertemuan satu jam, perusahaan diberi satu set kebutuhan AL untuk pesawat baru. Karena AL AS sudah memiliki pesawat serang-daratt A-4 Skyhawk dan F-8 Crusader untuk dogfighting, proyek McDonnell baru harus memenuhi kebutuhan untuk armada pesawat interseptor pertahanan segala cuaca. Pesawat juga akan ditambahkan dengan radar yang lebih canggih untuk awak pesawat kedua.


XF4H-1 prototype

XF4H-1 dirancang untuk membawa empat misil berpemandu-radar semi-recessed AAM-N-6 Sparrow III, dan harus bermesin dua J79-GE-8. Seperti pada F-101 Voodoo, mesin dipasang rendah di dalam badan pesawat untuk memaksimalkan kapasitas bahan bakar internal dan mengalirkan udara melalui intake geometri tetap. Sayap bagian-tipisnya memiliki sudut pangkal tekuk 45 derajat dan telah dilengkapi dengan sistem kontrol lapisan batas untuk kontrol pada kecepatan rendah yang lebih baik.

Pengujian terowongan angin telah menunjukkan ketidakstabilan lateral yang memerlukan penambahan dihedral lima derajat ke sayap. Untuk menghindari desain ulang bagian pusat titanium pesawat terbang, teknisis McDonnell memiringkan ke atas hanya bagian luar sayap 12 derajat dengan rata-rata lima derajat pada keseluruhan bentang sayap. Sayap juga menerima "dogtooth" khusus untuk meningkatkan kontrol di serangan sudut tinggi. Seluruh ekor pesawat bergerak diberikan 23 derajat anhedral untuk meningkatkan kontrol pada serangan sudut tinggi namun tetap mempertahankan ekor dari panas udara pembuangan. Selain itu, intakes udara telah dilengkapi dengan ramps yg dpt digerakkan untuk mengatur aliran udara ke mesin di kecepatan supersonik. Kebutuhan performa untuk pesawat interseptor semua cuaca telah dicapai berkat radar AN/APQ-50. Untuk mengakomodasi operasi di kapal induk, roda pendaratan dirancang alat perkakas yang dirancang untuk menahan pendaratan dengan “sink-rate” 23 kaki per detik (7 m/s), sedangkan hidung dapat diperpanjang kira-kira 20 inches (50 cm) untuk meningkatkan sudut serangan daat takeoff .


Naming the aircraft

Terdapat proposal untuk nama F4H "Satan" dan "Mithras", Dewa Cahaya Persia. Pada akhirnya, pesawat ini diberi nama yang kurang kontroversial "Phantom II", Phantom pertama adalah pesawat tempur McDonnell yang lain, FH-1 Phantom. Phantom II diberi kode F-110A dan nama "Spectre" oleh AU AS, tetapi keduanya tidak dipakai.


Pengujian Purwarupa

Pada tanggal 25 Juli 1955, AL memesan dua pesawat uji XF4H-1 dan lima pesawat pra-produksi YF4H-1. Phantom melakukan penerbangan pertama pada tanggal 27 Mei 1958 dengan Robert C. Little sebagai pilotnya. Masalah hidrolis terjadi saat pengeluaran-pemasukan roda pendaratan tetapi penerbangan selanjutnya berlangsung lebih lancar. Pengujian awal menghasilkan desain ulang dari intake udara, termasuk penambahan 12500 lubang khusus pada setiap ramp, dan pesawat terbang imbang terhadap XF8U-3 Crusader III. Karena beban kerja operator, AL menginginkan pesawat dua kursi dan pada tanggal 17 Desember 1958, F4H dinyatakan sebagai pemenang. Keterlambatan dengan mesin J79-GE-8 mengakibatkan produksi awal pesawat ini dilengkapi dengan mesin J79-GE-2 dan -2A yang masing-masing memiliki tenaga 16.100 pound (71,8 kN) dengan pendorong afterburning. Pada 1959, Phantom melakukan percobaan kesesuaian kapal induk, dengan peluncuran dan pendaratan pertama kali berhasil dilakukan pada tanggal 15 Februari 1960 dari USS Iindependence



Variants

F-4A, B, J, N and S
Variants for the US Navy and the US Marines. F-4B was upgraded to F-4N, and F-4J was upgraded to F-4S.

F-110 Spectre, F-4C, D and E
Variants for the U.S. Air Force. F-4E introduced an internal M61 Vulcan cannon. F-4D and E were widely exported. 

F-4G Wild Weasel V
A dedicated SEAD variant with updated radar and avionics, converted from F-4E. The designation F-4G was applied earlier to an entirely different Navy Phantom. 

F-4K and M
Variants for British military re-engined with Rolls-Royce Spey turbofans.
F-4EJ
Simplified F-4E exported to and license-built in Japan.
F-4F
Simplified F-4E exported to Germany.
QF-4B, E, G, N and S
Retired aircraft converted into remote-controlled target drones used for weapons and defensive systems research.
RF-4B, C, and E
Tactical reconnaissance variants.




Specifications (F-4E)

General characteristics
•Crew: 2
•Length: 63 ft 0 in (19.2 m)
•Wingspan: 38 ft 4.5 in (11.7 m)
•Height: 16 ft 6 in (5.0 m)
•Wing area: 530.0 ft² (49.2 m²)
•Airfoil: NACA 0006.4-64 root, NACA 0003-64 tip
•Empty weight: 30,328 lb (13,757 kg)
•Loaded weight: 41,500 lb (18,825 kg)
•Max takeoff weight: 61,795 lb (28,030 kg)
•Powerplant: 2× General Electric J79-GE-17A axial compressor turbojets, 17,845 lbf (79.4 kN) each
•Zero-lift drag coefficient: 0.0224
•Drag area: 11.87 ft² (1.10 m²)
•Aspect ratio: 2.77
•Fuel capacity: 1,994 US gal (7,549 L) internal, 3,335 US gal (12,627 L) with three external tanks
•Maximum landing weight: 36,831 lb (16,706 kg)

Performance
•Maximum speed: Mach 2.23 (1,472 mph, 2,370 km/h) at 40,000 ft (12,190 m)
•Cruise speed: 506 kn (585 mph, 940 km/h)
•Combat radius: 367 nmi (422 mi, 680 km)
•Ferry range: 1,403 nmi (1,615 mi, 2,600 km) with 3 external fuel tanks
•Service ceiling: 60,000 ft (18,300 m)
•Rate of climb: 41,300 ft/min (210 m/s)
•Wing loading: 78 lb/ft² (383 kg/m²)
•lift-to-drag: 8.58
•Thrust/weight: 0.86 at loaded weight, 0.58 at MTOW
•Takeoff roll: 4,490 ft (1,370 m) at 53,814 lb (24,410 kg)
•Landing roll: 3,680 ft (1,120 m) at 36,831 lb (16,706 kg)

Armament
•Up to 18,650 lb (8,480 kg) of weapons on nine external hardpoints, including general purpose bombs, cluster bombs, TV- and laser-guided bombs, rocket pods (UK Phantoms 4× Matra rocket pods with 18× SNEB 68 mm rockets each), air-to-ground missiles, anti-runway weapons, anti-ship missiles, targeting pods, reconnaissance pods, and nuclear weapons. Baggage pods may also be carried. External fuel tanks of 370 US gal (1,420 L) capacity for the outer wing hardpoints and either a 600 or 610 US gal (2,310 or 2,345 L) fuel tank for the centerline station can be fitted to extend the range.
•4x AIM-7 Sparrow in fuselage recesses plus 4x AIM-9 Sidewinders on wing pylons; upgraded Hellenic F-4E and German F-4F ICE carry AIM-120 AMRAAM, Japanese F-4EJ Kai carry AAM-3, Hellenic F-4E will carry IRIS-T in future. Iranian F-4s could potentially carry Russian and Chinese missiles. UK Phantoms Skyflash missiles[108]
•1x M61 Vulcan 20 mm gatling cannon, 640 rounds
•4x AIM-9 Sidewinder, Python-3 (F-4 Kurnass 2000), IRIS-T (F-4E Hellenic Air Force)
•4x AIM-7 Sparrow, AAM-3(F-4EJ Kai)
•8x AIM-120 AMRAAM for F-4F ICE, Turkish F-4 2020 Terminator, F-4E ICE Hellenic Air Force
•8x AGM-65 Maverick
•4x AGM-62 Walleye
•4x AGM-45 Shrike, AGM-88 HARM, AGM-78 Standard ARM
•4x GBU-15
•18x Mk.82, GBU-12
•5x Mk.84, GBU-10, GBU-14
•18x CBU-87, CBU-89, CBU-58
•SUU-23/A 23 mm Gunpod

McDonnell Douglas A-4 Skyhawk, 1954




Role: Ground-attack aircraft 
National origin: United States 
Manufacturer: Douglas Aircraft Company; McDonnell Douglas 
Designed by: Ed Heinemann 
First flight: 22 June 1954 
Introduced: October 1956 
Retired: 2003, USN; 1998, USMC 
Status: Active with non-U.S. users 
Primary users: United States Navy; United States Marine Corps 
Number built: 2,960 
Unit cost: US$860,000 each for the first 500 units 
Variants: A-4AR Fightinghawk; A-4SU Super Skyhawk



Pesawat ini pada awalnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan US Navy dan Marine Corps dengan pesawat support darat dan serang darat ringan, murah dan simpel. Skyhawk dirancang berdasarkan pengalaman yang didapat selama Perang Korea. Karena permintaan AL AS untuk pengoperasiannya, pertimbangan desain khusus telah diberikan untuk kontrol kecepatan rendah dan stabilitas selama lepas landas dan mendarat, kekuatan tambahan untuk peluncuran melalui ketapel dan pendaratan dengan kaitan kabel, dan ukurannya harus memenuhi standar pengoperasian di kapal induk tanpa pemakaian sayap lipat yang rumit.

Pembuatan purwarupa Skyhawk XA-4A (awalnya XA4D-1) dimulai pada bulan September 1953 dan penerbangan pertama pesawat ini, didukung dengan mesin Wright J65-W-2 (32 kN), berlangsung pada 22 Juni 1954. Total 2.960 A-4 Skyhawks telah dibuat. Yang terakhir dibuat pada 1979.


Desain dan Pengembangan

Skyhawk dirancang oleh Ed Heinemann dari Douglas sebagai tanggapan atas kebutuhan AL AS pesawat serang jet pengganti A-1 Skyraider. Heinemann memilih desain yang meminimalisir ukuran, berat, dan kompleksitas. Hasilnya adalah sebuah pesawat yang beratnya hanya setengah dari berat spesifikasi AL. Pesawat memiliki sayap kompak sehingga tidak perlu dilipat untuk penyimpanan di Kapal Induk. Skyhawk yang berukuran kecil ini kemudian segera menerima julukan "Scooter", "Kiddiecar", "Bantam Bomber", "Tinker Toy Bomber", dan karena kinerja yang cepat, dijuluki "Heinemann’s Hot-Rod".
Pesawat ini memiliki desain konvensional pasca Perang Dunia II, dengan sayap delta terpasang rendah di badan pesawat, undercarriage tiga roda, dan sebuah mesin turbojet di bagian belakang badan pesawat, dengan dua intakes udara di sisi badan pesawat. Ekornya memiliki desain cruciform, dengan stabilisator horisontal terpasang di atas badan pesawat. Persenjataannya terdiri dari dua kanon Colt Mk 12 20 mm, satu di setiap akar sayap, dengan 200 amunisi per kanon, plus berbagai jenis bom besar, roket, dan misil yang dibawa pada hardpoint di bagian tengah badan pesawat dan hardpoint di bawah setiap sayap (awalnya satu setiap sayap, kemudian dua).

Desain A-4 adalah contoh yang baik untuk menunjukkan kesederhanaan. Pilihan sayap delta, misalnya, dikombinasikan dengan kecepatan dan manuverabilitas dengan kapasitas bahan bakar besar dan ukuran kecil secara keseluruhan, sehingga tidak memerlukan sayap lipat, walau mengorbankan efisiensi jelajah. Slats ujung depan dirancang untuk “jatuh” secara otomatis pada kecepatan yang tepat dengan adanya gravitasi dan tekanan udara, sehingga berat dan ruang dapat dikurangi. Demikian pula untuk undercarriage dipasang tidak menembus bagian sayap, dirancang agar ketika undercarriage dimasukkan hanya roda sendiri yang masuk ke dalam sayap, sementara penopangnya berada di bawah sayap. Struktur sayapnya dapat diperingan tanpa mengurangi kekuatannya, dan dengan tidak adanya mekanisme pelipatan sayap, berat menjadi jauh lebih ringan. Desain pesawat secara umum, ketika suatu bagian pesawat bertambah beratnya, maka memaksa bagian lain untuk diperkuat sehingga juga menambah berat, yang pada akhirnya mesin yang diperlukan juga harus lebih kuat. Jadi ini adalah suatu lingkaran setan.

A-4 memelopori konsep pengisian bahan bakar udara-ke-udara "buddy". Hal ini memungkinkan pesawat untuk mengisikan bahan bakar pesawat lain yang setipe, sehingga tidak diperlukan pesawat tanker bahan bakar khusus. Dengan sistem ini, pesawat dapat diluncurkan dengan persenjataan penuh sengan bahan bakar secukupnya agar dapat lepas landas tanpa kuatir melebihi berat maksimum lepas landas (MTOW). Setelah mengudara, pesawat dapat melakukan re-fueling di udara sesuai kebutuhan dan jarak target penyerangan.

A-4 juga dirancang untuk dapat melakukan pendaratan darurat, walaupun terjadi kegagalan hidrolik, dengan menggunakan dua tangki yang selalu dibawa oleh pesawat ini. Pendaratan darurat semacam ini hanya mengakibatkan kerusakan kecil pada hidung pesawat yang dapat diperbaiki dalam waktu kurang dari satu jam. Ed Heinemann ini dikreditkan dengan yang besar "KISS" menaruh tanda pada dinding yang menggambar kantor ketika pesawat terbang yang telah dirancang. Apakah hal ini benar, A-4 pasti bersinar adalah contoh penerapan prinsip bahwa untuk desain pesawat terbang.
AL mengeluarkan kontrak untuk pesawat ini pada 12 Juni 1952, dan purwarupa pertama terpang pertama kali dari Edwards Air Force Base, California pada tanggal 22 Juni 1954. pengiriman ke Skuadron AL dan Korps Marinir AS (ke VA -72 dan VMA-224 secara berturut-turut) dimulai pada akhir 1956.

Skyhawk yang masih produksi sampai tahun 1979, dengan total produksi 2.960 pesawat, termasuk buah 555 pesawat latih dua-kursi.


A-4 Skyhawk dan TNI-AU

TNI-AU pernah mengoperasikan sebanyak 37 Skyhawk II tipe A-4E dan TA-4E (ex Angkatan Udara Israel) hingga tahun 2003. Di tahun itu TNI-AU menggantinya dengan dua unit Su-27SK dan dua unit Su-30MK dari Rusia. Belakangan tersebar berita bahwa TNI-AU berkeinginan untuk mengaktifkan kembali armada A-4 Skyhawk-nya melalui pembelian suku cadang baru setelah AS mengakhiri embargo penjualan amunisi dan suku cadang militer kepada Indonesia.


Variants

•XA4D-1: Prototype
•YA4D-1 (YA-4A, later A-4A): Flight test prototypes and pre-production aircraft.
•A4D-1 (A-4A): Initial production version, 166 built
•A4D-2 (A-4B): Strengthened aircraft and added air-to-air refueling capabilities, improved navigation and flight control systems, provision for AGM-12 Bullpup missile, 542 built.
•A-4P: Remanufactured A-4Bs sold to Argentine Air Force known as A-4B by the Argentines.
•A-4Q: Remanufactured A-4Bs sold to Argentine Navy.
•A-4S: 50 A-4Bs remanufactured for Republic of Singapore Air Force.
•TA-4S: seven trainer versions of the above. Different from most TA-4 trainers with a common cockpit for the student and instructor pilot, these were essentially rebuilt with a 28-inch (710 mm) fuselage plug inserted into the front fuselage and a separate bulged cockpit (giving better all round visibility) for the instructor seated behind the student pilot.
•TA-4S-1: eight trainer versions of the above. These were designated as TA-4S-1 to set it apart from the earlier batch of seven airframes.
•A4D-3: Proposed advanced avionics version, none built.
•A4D-2N (A-4C): Night/adverse weather version of A4D-2, with AN/APG-53A radar, autopilot, LABS low-altitude bombing system. Wright J65-W-20 engine with 8,200 lbf (36.5 kN) takeoff thrust, 638 built.
•A-4L: 100 A-4Cs remanufactured for Marine Corps Reserves and Navy Reserve squadrons. Fitted with A-4F avionics (including the fuselage "hump") but retaining J-65 engine and three-pylon wing.
•A-4S-1: 50 A-4Cs remanufactured for Republic of Singapore Air Force.
•A-4SU: This is an extensively modified and updated version of the A-4S, exclusively for the Republic of Singapore Air Force (RSAF), fitted with a General Electric F404 non-afterburning turbofan engine, and modernized electronics.
•TA-4SU: This is an extensively modified and updated version of the TA-4S & TA-4S-1 to TA-4SU standard.
•A-4PTM: 40 A-4Cs and A-4Ls refurbished for Royal Malaysian Air Force, incorporating many A-4M features (PTM stands for Peculiar to Malaysia).
•TA-4PTM: Small number of trainer versions of above (PTM stands for Peculiar to Malaysia).
•A4D-4: Long-range version with new wings cancelled; A-4D designation skipped to prevent confusion with A4D
•A4D-5 (A-4E): Major upgrade, including new Pratt & Whitney J52-P-6A engine with 8,400 lbf (37 kN) thrust, strengthened airframe with two more weapon pylons (for a total of five), improved avionics, with TACAN, Doppler navigation radar, radar altimeter, toss-bombing computer, and AJB-3A low-altitude bombing system. Many later upgraded with J52-P-8 engine with 9,300 lbf (41 kN) thrust; 499 built.
•TA-4E: two A-4Es modified as prototypes of a trainer version.
•A4D-6: Proposed version, none built.
•A-4F: Refinement of A-4E with extra avionics housed in a hump on the fuselage spine (this feature later retrofitted to A-4Es and some A-4Cs) and more powerful J52-P-8A engine with 9,300 lbf (41 kN) thrust, later upgraded in service to J52-P-408 with 11,200 lbf (50 kN), 147 built. Some served with Blue Angels acrobatic team from 1973 to 1986.
•TA-4F: Conversion trainer - standard A-4F with extra seat for an instructor, 241 built.
•OA-4M: 23 TA-4Fs modified for Forward Air Control duties for the USMC.
•EA-4F: four TA-4Fs converted for ECM training.
•TA-4J: Dedicated trainer version based on A-4F, but lacking weapons systems, and with down-rated engine, 277 built new, and most TA-4Fs were later converted to this configuration.
•A-4G: eight aircraft built new for the Royal Australian Navy with minor variations from the A-4F; in particular, they were not fitted with the avionics "hump". Subsequently, eight more A-4Fs were modified to this standard for the RAN. Significantly the A-4G were modified to carry four underwing Sidewinder AIM-9B missiles increasing their Fleet Defense capability.
•TA-4G: two trainer versions of the A-4G built new, and two more modified from TA-4Fs.
•A-4H: 90 aircraft for the Israeli Air Force based on the A-4F. Used 30 mm DEFA cannon with 150 rounds per gun in place of US 20 mm guns. Later, some A-4Es later locally modified to this standard. Subsequently modified with extended jetpipes as protection against heat-seeking missiles.
•TA-4H: 25 trainer versions of the above. These remain in service, and are being refurbished with new avionics and systems for service till at least 2010.
•A-4K: ten aircraft for Royal New Zealand Air Force. In the 1990s these were upgraded under Project KAHU with new radar and avionics, provision for AGM-65 Maverick, AIM-9 Sidewinder, and GBU-16 Paveway II laser-guided bomb. The RNZAF also rebuilt an A-4C and ten A-4Gs to A4K standard.
•TA-4K: four trainer versions of the above. A fifth was later assembled in NZ from spare parts.
•A-4M: Dedicated Marine version with improved avionics and more powerful J52-P-408a engine with 11,200 lbf (50 kN) thrust, enlarged cockpit, IFF system. Later fitted with Hughes AN/ASB-19 Angle Rate Bombing System (ARBS) with TV and laser spot tracker, 158 built.
•A-4N: 117 modified A-4Ms for the Israeli Air Force.
•A-4KU: 30 modified A-4Ms for the Kuwaiti Air Force. Brazil purchased 20 of these second-hand and redesignated them AF-1. Now used in Brazilian Navy on carrier duty.
•TA-4KU: three trainer versions of the above. Brazil purchased some of these second-hand and redesignated them AF-1A.
•A-4AR: 36 A-4Ms refurbished for Argentina. Known as Fightinghawk.
•TA-4R: Refurbished two-seat training version for Argentina.
•A-4Y: Provisional designation for A-4Ms modified with the ARBS. Designation never adopted by the US Navy or Marine Corps.




Specifications (A-4F Skyhawk)

General characteristics
•Crew: 1 (2 in TA-4J, TA-4F, OA-4F)
•Length: 40 ft 3 in (12.22 m)
•Wingspan: 26 ft 6 in (8.38 m)
•Height: 15 ft (4.57 m)
•Wing area: 259 ft² (24.15 m²)
•Airfoil: NACA 0008-1.1-25 root, NACA 0005-0.825-50 tip
•Empty weight: 10,450 lb (4,750 kg)
•Loaded weight: 18,300 lb (8,318 kg)
•Max takeoff weight: 24,500 lb (11,136 kg)
•Powerplant: 1× Pratt & Whitney J52-P8A turbojet, 9,300 lbf (10,000+ USMC A-4M and OA-4M) (41 kN)

Performance
•Maximum speed: 585 knots (673 mph, 1,077 km/h)
•Range: 1,700 nm (2,000 mi, 3,220 km)
•Service ceiling: 42,250 ft (12,880 m)
•Rate of climb: 8,440 ft/min (43 m/s)
•Wing loading: 70.7 lb/ft² (344.4 kg/m²)
•Thrust/weight: 0.51
•g-limit: -3/+8 g

Armament
•Guns: 2× 20 mm (0.787 in) Colt Mk 12 cannon, 100 rounds/gun
•Missiles: 4× AIM-9 Sidewinder, AGM-45 Shrike ARM (anti-radiation missile), MBDA Exocet, AGM-65 Maverick ASM (air-to-surface missiles), AGM-62 Walleye glide bomb, AGM-12 Bullpup ASM (air-to-surface missiles)
•Bombs: 9,900 lb (4,490 kg) on five external hardpoints, Rockeye Mk.20 Cluster Bomb Unit, Rockeye Mk.7/APAM-59 Cluster Bomb Unit, Mk.81 (250 lb) and Mk.82 (500 lb) general-purpose bombs, various tactical nuclear missiles and bombs, Mk.76 practice bombs

McDonnell F-101 Voodoo, 1954




Role: Fighter aircraft
Manufacturer: McDonnell Aircraft
Designed by: Edward M. Flesh
First flight: 29 September 1954
Introduced: May 1957
Retired: 1972, USAF; 1982, US ANG; 1984, Canada
Primary user: United States Air Force
Number built: 807
Unit cost: US$1,276,145 (RF-101C); US$1,754,066 (F-101B)
Developed from: XF-88 Voodoo
Variants: CF-101 Voodoo


McDonnell F-101 Voodoo adalah pesawat tempur militer supersonik yang diterbangkan oleh USAF dan RCAF. Pada awalnya dirancang sebagai pesawat kawal bomber jarak jauh (dikenal sebagai pesawat tempur penetrasi) untuk Strategic Air Command (SAC). Pesawat ini beroperasi dalam berbagai peran lainnya, termasuk sebagai pesawat cegat semua cuaca dengan Air Defense Command / Aerospace Defense Command (ADC), pesawat tempur-bomber dan peran pengintaian foto dengan Tactical Air Command (TAC).

Bersama dengan U-2 AU AS dan RF-8 Crusaders AL AS, pesawat intai RF-101 menjadi bagian penting selama Krisis Misil Kuba dan terlibat luas dalam Perang Vietnam.

Along with the Air Force U-2 and Navy RF-8 Crusaders, the RF-101 reconnaissance variant of the Voodoo was instrumental during the Cuban Missile Crisis and saw extensive service during the Vietnam War.


Desain dan Pengembangan

Desain awal Voodoo dimulai setelah Perang Dunia II sebagai respon dari kompetisi pesawat tempur penetrasi AU AS pada 1946 untuk pesawat tempur kawal bomber jarak jauh performa tinggi, seperti P-51 Mustang yang telah dibuat saat itu. Setelah mendapatkan kontrak (AC-14582), McDonnell membuat dua purwarupa, yang diberi kode XF-88 Voodoo. Purwarupa pertama (# 46-6525), bermesin dua turbojet Westinghouse XJ34-WE-13 (3000 lbf/2240 kW), terbang dari Muroc pada tanggal 20 Oktober 1948. Pengujian awal menunjukkan bahwa kecepatan maksimalnya mengecewakan; 640 mph (1.030 km/h) di permukaan laut. Setelah dipasang dengan afterburner rancangan McDonnell, daya dorongnya meningkat 30% dengan meningkatkan kinerja kecepatan maksimal, kecepatan naik dan mengurangi jarak lepas-landas.

Meskipun XF-88 memenangkan kompetisi "fly-off" dengan pesaingnya Lockheed XF-90 dan North America YF-93, pada 1947 AU AS mengevaluasi ulang keperluan pesawat kawal bomber jarak jauh dan mengakhiri program pesawat tempur penetrasi pada tahun 1950. Analisa misi Perang Korea, mengungkapkan bahwa pesawat bomber AU AS strategis rentan terhadap penyerangan pesawat tempur musuh. Pada 1951, mengeluarkan kebutuhan baru akan pesawat kawal bomber. Desain McDonnell dengan versi lebih besar dan lebih bertenaga dari XF-88, dan memenangkan kompetisi pada bulan Mei 1951. F-88 diganti namanya menjadi F-101 Voodoo pada November 1951.

Desain baru sangat jauh lebih besar, membawa bahan bakar tiga kali lebih banyak dan dirancang dengan mesin yang lebih besar dan lebih kuat turbojet Pratt & Whitney J57. Besarnya mesin membuat perlunya modifikasi pada ruang mesin dan air-intake agar jumlah aliran udara ke mesin meningkat. Intake baru juga dirancang agar lebih efisien pada kecepatan Mach lebih tinggi. Dalam rangka meningkatkan efisiensi aerodynamik, mengurangi berat struktural dan meringankan fenomena "pitch-up" yang teridentifikasi dalam penerbangan uji D-558-2, pesawat dengan konfigurasi permukaan kontrol mirip dengan XF-88, ekor horisontal ekor dipindahkan ke bagian atas stabilisator vertikal, memberikan tanda khsusu bagi F-101 dengan "T-tail ". Pada akhir 1952, peran F-101 telah diubah dari "pesawat tempur penetrasi" menjadi "pesawat tempur strategis ", yang mempunyai penekanan misi pengawalan pesawat bomber dan pengiriman senjata nuklir. Maket Voodoo baru dengan desain ulang inlets, permuakaan ekor, roda pendaratan, dan ruang senjata nuklir diinspeksi oleh pejabat Angkatan Udara pada bulan Maret 1953. Desain telah disetujui, dan sebuah pesawanan untuk 39 pesawat F-101A telah disampaikan pada Mei 1953 tanpa purwarupa yang dibuat.

Nomor seri 53-2418 adalah model A produksi pertama yang dikirimkan ke Edwards AFB pada Agustus 1954. Penerbangan pertamanya dilakukan pada tanggal 29 September 1954, dengan tes pilot McDonnell bernama Robert C. Little. Hasil test penerbangan: Mach 0,9 pada 35.000 kaki, dengan kecepatan uji maksimum Mach 1.4. Pesawat terbang ini ditampilkan di Pueblo Weisbrod Aircraft Museum, Pueblo Memorial Airport, Pueblo, CO.

Pada akhir perang di Korea dan pengembangan pesawat bomber B-52 bermesin jet mengurangi perlunya pesawat tempur kawal dan Strategic Air Command dihentikan dari program ini. Pesawat terbang yang akan digunakan terutama adalah perasat interseptor pertahanan udara dua kursi (F-101B), pesawat tempur-bomber nuklir (F-101A/F-101C) dan pesawat intai (RF-101A/RF-101C) beroperasi di Kuba dan Vietnam.

Pengganti Voodoo sebagai fighter-bomber adalah McDonnell Douglas F-4 Phantom II. Sementara Voodoo cukup sukses, dan pesawat ini merupakan langkah revolusioner penting untuk pengambangan Phantom yang merupakan salah satu pesawat Barat tersukse pada tahun 1960-an.
Semua varian Voodoo dikenal dengan julukan "One-oh-Wonder".


Varian

•F-101A: initial production fighter bomber, 77 produced.
•NF-101A: one F-101A used by General Electric for testing of the General Electric J79 engine.
•YRF-101A: two F-101As built as prototype reconnaissance models.
•RF-101A: first reconnaissance version, 35 built.
•F-101B: two-seat interceptor, 479 built.
•CF-101B: 112 F-101Bs transferred to Royal Canadian Air Force (RCAF).
•RF-101B: 22 ex-RCAF CF-101B modified for reconnaissance use.
•TF-101B: dual-control trainer version of F-101B, redesignated F-101F, 79 built.
•EF-101B: single F-101B converted for use as a radar target and leased to Canada.
•NF-101B: F-101B prototype based on the F-101A airframe; the second prototype was built with a different nose.
•F-101C: improved fighter-bomber, 47 built.
•RF-101C: reconnaissance version of F-101C airframe, 166 built.
•F-101D: proposed version with General Electric J79 engines, not built.
•F-101E: another J79 proposal, not built.
•F-101F: dual-control trainer version of F-101B; 79 redesignated TF-101Bs plus 152 converted F-101B.
•CF-101F: RCAF designation for 20 TF-101B/F-101F dual-control aircraft.
•TF-101F: 24 dual-control versions of F-101B, redesignated F-101F (these are included in the -F total).
•RF-101G: 29 F-101As converted for ANG reconnaissance.
•RF-101H: 32 F-101Cs converted for reconnaissance use.





Specifications (F-101B)

General characteristics
•Crew: 2
•Length: 67 ft 5 in (20.55 m)
•Wingspan: 39 ft 8 in (12.09 m)
•Height: 18 ft 0 in (5.49 m)
•Wing area: 368 ft² (34.20 m²)
•Airfoil: NACA 65A007 mod root, 65A006 mod tip
•Empty weight: 28,495 lb (12,925 kg)
•Loaded weight: 45,665 lb (20,715 kg)
•Max takeoff weight: 52,400 lb (23,770 kg)
•Powerplant: 2× Pratt & Whitney J57-P-55 afterburning turbojets
oDry thrust: 11,990 lbf (53.3 kN) each
oThrust with afterburner: 16,900 lbf (75.2 kN) each
•* Internal fuel capacity: 2,053 US gal (7,771 L)
•Fuel capacity with 2 external tanks: 2,953 US gal (11,178 L)

Performance
•Maximum speed: Mach 1.72 (1,134 mph, 1,825 km/h) at 35,000 ft (10,500 m)
•Range: 1,520 mi (1,320 nm, 2,450 km)
•Service ceiling: 58,400 ft (17,800 m)
•Rate of climb: 49,200 ft/min (250 m/s)
•Wing loading: 124 lb/ft² (607 kg/m²)
•Thrust/weight: 0.74

Armament
•Missiles:
o4×AIM-4 Falcon
o-or-
o2×AIM-4 Falcon and 2×AIR-2 Genie nuclear rockets

Avionics
•Hughes MG-13 fire control system

McDonnell XF-88B, 1953


McDonnell XF-88B 
1953



Pesawat ini didesain untuk riset desain pesawat supersonik berbaling-baling, XF-88B terbang untuk pertama kalinya pada 14 April 14 April 1953. Tenaganya dihasilkan dari dua mesin turbojet Westinghouse J34 dan sebuah mesin turboprop Allison XT38 yang terpasang di hidung.

McDonnell F3H Demon, 1951




Role: carrier-based fighter
Manufacturer: McDonnell Aircraft Corporation
First flight: 07 August 1951
Introduced: 07 March 1956
Retired: 1964
Primary user: United States Navy


McDonnell F3H Demon adalah pesawat jet tempur berbasis kapal induk milik AL AS. Pesawat ini adalah suksesor dari F2H Banshee, setelah mengalami beberapa masalah, pesawat ini beroperasi dari 1956 – 1964.


Pengembangan

Pengembangan pesawat dimulai pada tahun 1949. Pesawat terbang dirancang dengan satu mesin Westinghouse J40, yang memiliki daya dorong lebih dari 11.000 lbf (49 kN)- tiga kali kekuatan mesin milik Banshee. Pesawat ini adalah yang pesawat produksi McDonell pertama yang memiliki sayap tertekuk dan menjadi salah satu pesawat AS pertama yang memiliki senjata misil.

Purwarupanya terbang pertama kali pada 7 Agustus 1951 oleh pilot tes Robert Edholm, dan tes penerbangan pertama untuk desain operasional pada Januari 1953. Mesinnya sangat mengecewakan karena hanya mampu menghasilkan setengah dari tenaga yang diharapkan. Parahnya, mesinnya mudah rusak dan tidak stabil. Dari 35 pesawat F3H-1N yang bermesin J40, delapan diantaranya mengalami kecelakaan besar. Pesawat dengan mesin J40 dipensiunkan dan mesin baru dicari. Versi pesawat intai F3H-1P tidak pernah dibuat.

Alternatif mesin terbaik adalah Allison J71 yang juga digunakan untuk pesawat B-66 Destroyer. Setelah F3H ini menggunakan mesin ini namanya berubah menjadi F3H-2n. Penggunaan mesin memerlukan sebuah sayap yang lebih besar dan badan pesawat didesain ulang. Dalam pengoperasian, J71 terbukti bermasalah, tenaganya kurang untuk pesawat seukuran Demon. Mesin juga sering mengalami kebakaran dan kemacetan kompresor. Demon dengan mesin J71 terbang pertama pada Oktober 1954. Masalah besar lainnya adalah keandalan kursi lontar: versi awal ditemukan kurang bisa diandalkan dan akhirnya diganti dengan kursi lontar Martin-Baker yang menjadi standar AL karena kinerja tinggi pada ketinggian rendah.

Walaupun ada masalah, AL memesan 239 F3H-2S, dan pertama kali dikirim pada bulan Maret 1956. 519 Demons dibuat hingga akhir produksi pada November 1959. Pesawat ini bukanlah yang pesawat interseptor pertama yang memakai radar semua cuaca (Radar AN/APG-51 pertama kali dipasang pada F2H-4 Banshee). F3H-2 Demon mempunyai AN/APG-51A, kemudian di-upgrade ke versi 51-B dengan tuneable magnetron kemudian menjadi versi 51-C dengan countermeasures yang lebih baik di receiver.

Standar senjata F3H-2N adalah empat kanon Colt Mk 12 20 mm. Pada tahun berikutnya dua kanon dilepas untuk menjaga berat. Pada model selanjutnya, F3H-2M, telah dilengkapi Raytheon AAM-N-2 Sparrow dan kemudian misil udara-ke-udara Sidewinder. Pesawat yang dioperasikan membawa kedua jenis misil tersebut. Kanon tidak digunakan dalam aplikasi pertahanan udara kapal induk, tetapi terpasang apabila situasi memaksa(seperti Krisis misil Kuba), dan ketika pesawat terbang digunakan untuk menyerang sasaran permukaan.

Sebuah versi intai, F3H-2P, telah diusulkan, tetapi tidak pernah direalisasikan.

Pesawat ini tetap menjadi garis depan AL AS sampai 1962, ketika ia digantikan oleh F-4 Phantom II (yang merupakan pengembangan "Super Demon" yang diusulkan, merupakan versi F3H yang lebih besar dan lebih berat; konsep ini muncul di abad ke-21 dengan F/A-18E/F Super Hornet, yang merupakan versi lanjut dari F/A-18 Hornet). Walaupun dikembangkan selama Perang Korea, pesawat ini sama sekali tidak terlibat pada perang tersebut, meskipun terbang di atas Quemoy dan Libanon pada tahun 1958.

Pada tahun 1962, F3H diberi nama ulang menjadi F-3. F3H-2N menjadi F-3C, F3H-2M menjadi MF-3B dan F3H-2 menjadi F-3B.

Demon terakhir beroperasi untuk skwadron, VF-161 'Chargers', F-3 mereka digantikan dengan F-4 Phantom II pada bulan September 1964.

Karena visibilitas dari kokpit yang luar biasa, Pesawat ini diberi julukan "The Chair." Pilot pesawat ini dijuluki "Demon Driver" dan orang-orang yang bekerja pada pesawat ini dikenal sebagai "Demon Dokter". Rasio bobot-kekuatan mesin yang kurang memberikan julukan yang jelak buatnya "lead sled” terkadang diperpendek menjadi "sled".


Varian

XF3H-1 : Prototypes. Two built.
F3H-1N: Single-seat fighter version. This was the first production model.
F3H-1P : Proposed reconnaissance version. Never built.
F3H-2: Single-seat strike fighter version. Resignated F-3B in 1962.
F3H-2N: Improved single-seat fighter version. Redesignated F-3C in 1962.
F3H-2M: Single-seat fighter version. It was armed with four AIM-7 Sparrow air-to-air missiles. Redesignated MF-3B in 1962.
F3H-2P: Proposed reconnaissance version. Never built.
F3H-3: Proposed version. Never built.




Specifications (F3H-2)

General characteristics
•Crew: 1
•Length: 59 ft 0 in (17.98 m)
•Wingspan: 35 ft 4 in (10.77 m)
•Height: 14 ft 7 in (4.45 m)
•Wing area: 442 ft² (41.1 m²)
•Empty weight: 21,287 lb (9,656 kg)
•Loaded weight: 31,145 lb (14,127 kg)
•Max takeoff weight: 39,000 lb (17,700 kg)
•Powerplant: 1× Westinghouse J40-WE-22 turbojet, 14,400 lbf (64 kN)

Performance
•Maximum speed: 716 mph (622 knots, 1,152 km/h)
•Range: 1,800 mi (1,600 nm, 2,900 km)
•Service ceiling: 42,650 ft (13,000 m)
•Rate of climb: 14,350 ft/min (72.9 m/s)
•Wing loading: 60 lb/ft² (293 kg/m²)
•Thrust/weight: 0.46

Armament
•Guns: 4× 20 mm (0.787 in) Colt Mk 12 cannons, 150 rounds/gun
•Missiles: 4× AIM-7 Sparrow
•Bombs: 6,000 lb (2,720 kg) of bombs

Avionics
•AN/APG-51A, B, and C radar

McDonnell XF-88, 1948




Role: Escort fighter
Manufacturer: McDonnell
First flight: 20 October 1948
Status: Cancelled
Primary user: United States Air Force
Number built: 2
Unit cost: US$6.6 million for the program



McDonnell XF88 Voodoo pesawat jet tempur bermesin ganda jarak jauhyang dirancang untuk Angkatan Udara Amerika Serikat. Walaupun tidak pernah beroperasi, desainnya diadaptasikan untuk F-101 Voodoo.


Design and development

XF-88 berasal dari kebutuhan AU Amerika Serikat pada 1946 untuk pesawat tempur penetrasi untuk mengawal bombers ke area target. Pesawat ini pada dasarnya dibuat untuk menggantikan pesawat masa perang P-51 Mustang yang telah mengawal Bomber B-17 Flying Fortress di atas Jerman. Pesawat XF-88 diharapkan akan memiliki radius tempur 900 mil (1450 km) dan kinerja tinggi. McDonnell mengembangkan pesawat ini, dikenal dengan model 36, pada 1 April 1946. Pada tanggal 20 Juni perusahaan ini diberi kontrak untuk membuat dua purwarupa yang diberi nama XP-88. Dave Lewis adalah Ketua sistem aerodinamik pada proyek ini.

Desain awalnya pesawat ini memiliki ekor berbentuk V, tapi pada tes terowongan angin menunjukkan adanya permasalahan Aerodynamis yang mengharuskan adanya sebuah desain ulang ekstensif. USAAF (yang menjadi Angkatan Udara Amerika Serikat pada tanggal 17 September 1947) menyetujui perubahan ini. Bila USAF mengubah skema tujuan program di tahun 1948, purwarupa yang belum terbang ini diberi nama ulang XF-88. Pesawat ini dikenal sebagai Voodoo.

Voodoo memiliki sayap terpasang menengah-rendah, tertekuk hingga 35°. Dua mesin berada di bagian bawah badan pesawat, dengan pipa jet di bawah belakang badan pesawat. Purwarupa pesawat memakai mesin XJ34, meskipun versi produksi F-88A akan mempunyai dua mesin turbojet Westinghouse J46 dengan masing-masing mempunyai tenaga dorong 26,33 kN (5920 lbf). Intake udaranya terpasang di akar sayap. Hidung Voodoo yang pemdek tidak memiliki radar, ditujukan sebagai tempat senjata, enam senapan/kanon M39.

Penerbangan pertama XF-88 dilakukan pada tanggal 20 Oktober 1948. Pesawat yang diterbangkan ini tidak memakai afterburning dan tidak ada persenjataan. Terlihat pesawat ini kekurangan tenaga, sehingga mengarah pada kekeputusan untuk memasang afterburner pada purwarupa kedua, dengan nama XF-88A dan membuat penerbangan pertamanya pada tanggal 26 April 1949. (Purwarupa pertama telah dimodifikasi untuk memenuhi standar yang sama dengan XF-88A.)

Kompetisi dilakukan untuk pemilihan pesawat untuk produksi, antara Lockheed XF-90 dan Amerika Utara XF-93Kertas yang berlaku di kompetisi terhadap Lockheed XF-90 dan North American XF-93 dan Mc. Donnell XF-88.XF-88 kalah pada kompetisi ini dari XF-93, namun keputusan untuk produksi ditunda sampai kompetisi 'fly-off' dapat dilaksanakan. Fly-off dilakukan pada musim panas tahun 1950, dan Voodoo menjadi pemenangnya. Tetapi karena perubahan kebutuhan pesawat tempur penetrasi dalam Angkatan Udara, program ini harus dibatalkan secara keseluruhan.

McDonnell mengusulkan pesawat versi AL dari XF-88, pesawat latih operasional dua kursi, dan varian intai, namun tidak ada yang dibuat. Purwarupa kedua telah dimodifikasi menjadi standar XF-88B, dengan mesin turboprop Allison T38 yang terpasang di hidung sebagai tambahan dari dua mesin turbojet yang sudah ada. Pesawat ini telah melakukan penerbangan uji pada 1956, dan mencapai kecepatan sedikit melebihi Mach 1,0, pesawat terbang berbaling-baling pertama yang mampu melakukannya. Kedua purwarupa dibengkalaikan pada 1958.

Versi yang sangat diperbesar dari desain versi dasar dari XF-88 setelah dibatalkannya program tersebut adalah F-101 Voodoo. Versi produksi pertama terbang pada tanggal 29 September 1954. Pesawat ini mempunyai dua mesin di bawah ekor juga muncul pada desain ulang dari versi upgrade F3H Demon yang beroperasi dengan sangat berhasil dengan nama F-4 Phantom II.




Specifications (XF-88A)

General characteristics
•Crew: one
•Length: 16.5 m (54 ft 1.5 in)
•Wingspan: 12.1 m (39 ft 8 in)
•Height: 5.3 m (17 ft 3 in)
•Wing area: 32.5 m² (350 ft²)
•Empty weight: 5,508 kg (12,140 lb)
•Loaded weight: 8,394 kg (18,500 lb)
•Max takeoff weight: 10,477 kg (23,100 lb)
•Powerplant: 2× Westinghouse J34-WE-22 afterburning turbojets, 21.4 kN (4,825 lbf) each

Performance
•Maximum speed: 1,130 km/h (706 mph)
•Range: 2,779 km (1,737 miles)
•Service ceiling: 12,012 m (39,400 ft)
•Rate of climb: 40 m/s (8,000 ft/min)
•Wing loading: 258 kg/m² (52.9 lb/ft²)
•Thrust/weight: 0.44

Armament
•6x M39 20mm cannon

McDonnell XF-85 Goblin, 1948




Role: Parasite Fighter
Manufacturer: McDonnell
First flight: 23 August 1948
Status: Cancelled 1949
Number built: 2
Unit cost: US$3.1 million for the program


McDonnell XF-85 Goblin adalah sebuah pesawat tempur, dikembangkan selama Perang Dunia II dan dimaksudkan untuk dibawa dalam ruang bom raksasa daro Convair B-36 bomber sebagai "parasite fighter" defensif. Karena kecil dan rupanya bundar, ia diberi nama "The Flying Egg".


Desain dan Pengembangan

McDonnell XF-85 Goblin dirancang untuk memenuhi kebutuhan USAAF untuk satu-kursi pesawat tempur-kawal "parasit" yang dapat diangkut oleh sebuah pesawat bomber besar. Pengembangan dua prototip telah diperintahkan pada Maret 1947. Desain hasilnya sepenuhnya memiliki batasan desain, yang diperlukan untuk dapat masuk ke dalam ruang bom dari B-36 (meskipun pertama kali diuji dengan pesawat B-29). B-36 ditunjuk sebagai pesawat induk yang dapat mengangkut tiga Goblins.

Sebuah badan pesawat kecil dan pendek dipasangi dengan sayap tertekuk yang dapat dilipat dan dipasang rendah/menengah, dengan bentang 21 kaki 1,5 inci (6,44 m). Pesawat ini bermesin sebuah turbojet Westinghouse J34-WE-7, dengan daya dorong 3000 lb (1361 kg). Tidak ada roda pendaratan kecuali untuk peluncuran darurat. Pesawat tempur ini dimaksudkan untuk dapat kembali ke pesawat induk dan dok dengan rekstok gantung, dengan menggunakan pengait yang dapat ditarik masuk.


Sejarah Pengoperasian

McDonnell membuat dua purwarupa Goblin (USAF Serial no. #46-523 dan #46-524). Selama pengujian terowongan angin di Moffett Field, California, purwarupa pertama XF-85 rusak. Akibatnya, purwarupa kedua-lah yang digunakan untuk uji penerbangan pertama; penerbangan pertama dilakukan pada tanggal 23 Agustus 1948. Karena purwarupa B-36 tidak tersedia, semua tes penerbangan XF-85 dilakukan menggunakan pesawat induk konversi dari Boeing EB-29 Superfortress. Pada penerbangan pertama, setelah lebih dari dua jam uji terbang menjadi jelas bahwa turbulensi disekitar bomber membuat kesulitan kontrol. Dalam penerbangan, pesawat ini stabil, mudah diterbangkan dan cepat stabil setelah putaran. Namun, banyak pilot mengalami kesulitan untuk mengaitkan Goblin ke rekstok gantung Bomber.




Penghentian program XF-85 pada pertengahan 1949 merupakan akibat dari beberapa faktor:
1. Pengaitan pesawat ke pesawat induk terbukti jauh lebih sulit daripada yang diperkirakan; bahkan tes pilot berpengalaman juga mengalami kesulitan. (Di sisi lain, Chuck Yeager menyatakan bahwa pilot tes XF-85 tidak mampu melakukan formasi terbang.)
2. XF-85 bukan tandingan dari fighters konvensional musuh untuk melindungi bombers – pesawat ini lebih lambat dan persenjataannya jauh lebih ringan.
3. Meningkatnya jarak jangkau berbagai pesawat jet tempur-kawal (bersama-sama dengan ditemukannya pesawat pengisi bahan bakar) memungkinkan pesawat-kawal untuk melindungi bombers selama misi mereka.
4. Anggaran ketat yang berarti program kurang penting seperti XF-85 dibatalkan.

Nantinya, B-36 digunakan sebagai pesawat induk untuk tes serupa, yang membawa pesawat tempur konvensional Republik F-84 Thunderstreak. Tes ini, dikenal sebagai eksperimen FICON (Fighter Conveyor), juga dianggap kurang berguna untuk penggunaan jangka panjang, sehingga akhirnya dibatalkan.





Specifications (XF-85)

General characteristics
•Crew: 1
•Length: 14 ft 10 in (4.5 m)
•Wingspan: 21 ft 1 in (6.4 m)
•Height: 8 ft 3 in (2.5 m)
•Wing area: 90 ft² (8.3 m²)
•Empty weight: 3,740 lb (1,696 kg)
•Loaded weight: 4,550 lb (2,063 kg)
•Max takeoff weight: lb (kg)
•Powerplant: 1× Westinghouse XJ34-WE-22 turbojet, 3,000 lbf (13.3 kN)

Performance
•Maximum speed: 664 mph (1,069 km/h)
•Service ceiling: 48,000 ft (14,630 m)
•Rate of climb: 12,500 ft/min (3,810 m/min)
•Wing loading: 51 lb/ft² (247 kg/m²)
•Thrust/weight: 0.66

Armament
•4x 0.50 in (12.7 mm) M2 Browning machine gun

McDonnell F2H Banshee, 1947




Role: Carrier-based fighter aircraft
National origin: United States
Manufacturer: McDonnell Aircraft
First flight: 11 January 1947
Introduced: August 1948
Retired: 1959 USN, USMC; 12 September 1962 RCN; 1964 USNR
Primary users: United States Navy; United States Marine Corps; Royal Canadian Navy
Number built: 895
Developed from: FH Phantom


McDonnell F2H Banshee merupakan pesawat jet fighter berbasis kapal induk militer, yang digunakan oleh AL Amerika Serikat 1948-1959 dan AL Royal Kanada dari 1955 sampai 1962. Banshee memiliki sayap tak tertekuk, satu kursi, dan dua mesin. Bersama-sama dengan F9F Panther, Banshee merupakan salah satu Pesawat Tempur satu kursi utama USN selama Perang Korea. Nama pesawat ini berasal dari nama "perempuan peri" di mitologi Celtic. Bila raungan dari Banshee terdengar, maka kematian akan datang.




Desain dan Pengembangan

Banshee merupakan pengembangan dari FH Phantom, meskipun telah direncanakan sebelum Phantom mulai diproduksi. Dasar desainnya adalah untuk memperkuat dan memperbesar Phantom, dengan sepasang mesin turbojet Westinghouse, masing-masing meningkatkan daya 1600-3000 lbf (7 kN sampai 13 kN), penambahan kapasitas bahan bakar, penggantian senapan 0,5inci (12,7 mm) standar Perang Dunia II menjadi senapan 20 mm, dan kemampuan tambahan untuk membawa bom, roket atau misil.

Sebuah maket untuk pesawat tempur baru, XF2D-1, telah dibuat pada bulan April 1945. Proyek bertahan hingga akhir perang, tetapi pengembangannya sangat lambat dan purwarupa pertama dari tiga purwarupa belum dibuat sampai akhir 1946. Pesawat melakukan penerbangan pertama pada 11 Januari 1947 dari Lapangan Terbang Lambert, St Louis, Missouri; pilot tesnya adalah Woodward Burke. AL AS mengganti nama pesawat menjadi XF2H-1 dari lambang "D" yang sudah ditetapkan untuk Perusahaan Pesawat Douglas. Setelah beberapa masalah pada ekor pesawat terselesaikan, sebanyak 56 pesanan didapatkan pada Mei 1947.

F2H-1 dikirim pertama kali pada bulan Agustus 1948 untuk evaluasi oleh pilot AL. Relatif terhadap XF2D-1, bodi pesawat diperpanjang 14 inci (0,36 m) di depan sayap untuk menambah kapasitas bahan bakar 351 US gallons (1330 L). F2H-1 yang telah dipasangi dengan mesin lama 3150 lbf (14 kN) setelah mesin tersedia.

Meskipun AL AS menerima F2H-1, tetapi F2H-2 yang lebih bagus paling banyak digunakan; 306 dari varian ini dibuat. Dengan mesin baru 3.250 lbf (14,5 kN), kinerjanya semakin baik. Sayapnya juga dimodifikasi untuk menambah jumlah pylons (tiang) senjata dan tangki bahan bakar ujung sayap 200 US galon (757 L). Berbeda dengan F9F kontemporer Panther, tangki bahan bakar ujung sayap milik Banshee dapat dibongkar-pasang, meskipun kebanyakan sejarah menampilkan foto pesawat terbang dengan tangki terpasang.

F2H-2 merupakan dasar untuk tiga varian kecil dari Banshee. 2B-F2H mempunyai sayap yang diperkuat untuk dapat membawa senjata nuklir kecil, walaupun misi ini tidak pernah dilaksanakan. Total 35 telah dibuat. F2H-2n merupakan varian pesawat tempur malam yang dipasangi dengan hidung yang lebih panjang 2 ft, 10 in (0,86 m) untuk mengakomodasi peralatan radar internal; 14 pesawat dibuat. F2H-2P merupakan versi intai-foto dengan enam kamera yang berada di hidung 2 ft, 5 in (0,74 m); pesawat ini merupakan pesawat jet intai pertama yang digunakan oleh USN. 81 pesawat dibuat.

F2H-3 adalah varian terakhir yang memiliki perubahan signifikan. Bodi pesawatnya diperpanjang 8 kaki (2,4 m) untuk meningkatkan kapasitas bahan bakar internal, dari US 877 galon (3320 L) ke 1102 US galon (4172 L), sehingga pesawat terbang dapat menyelesaikan berbagai misi tanpa pemakaian tangki bahan bakar ujung sayap. Stabiliser horizontal dipindahkan dari ekor vertikal ke badan pesawat dan memakai dihedral signifikan. Banshee yang juga dipasangi dengan peralatan radar Westinghouse, memungkinkan pesawat dapat digunakan untuk misi di semua cuaca, dan senapan telah dipindahkan ke bawah dan belakang dari hidung untuk mengakomodasi radar. Perubahan ini menyebabkan pesawat ini tampak berbeda dari para pendahulu. 250 F2H-3 dibuat.

Varian terakhirnya adalah F2H-4. Pesawat ini mempunyai radar Hughes untuk menggantikan radar Westinghouse, dan juga memiliki mesin yang sedikit lebih kuat 3.600 lbf (16,0 kN). F2H-4 sangat mirip dengan F2H-3 dari luat. 150 pesawat dibuat.

Sebuah pesawat usulan, varian intai-foto F2H-3P dibatalkan sebelum diproduksi. Tidak seperti kebanyakan pesawat jet awal lainnya, tidak ada versi dua tempat duduk pesawat ini yang pernah dibuat.

Produksi berakhir pada bulan September 1953 setelah total 895 pesawat terbang dihasilkan. F2H-3 dan F2H-4 diberi nama baru F-2C dan F-2D masing-masing di bawah sistem penamaan 1962. Nama F-2A dan F-2B awalnya dirujuk untuk F2H -1 dan F2H-2, tetapi varian ini sudah tidak lagi beroperasi. Tidak ada Banshees yang terbang di bawah nama baru; pesawat terakhir yang beroperasi untuk USNR telah dipensiunkan dan disimpan di dalam gudang sebelum penamaan baru ini berlaku.


Varian

•XF2D-1
•XF2H-1
•F2H-1
•F2H-2
•F2H-2B
•F2H-2N
•F2H-2P
•F2H-3
•F2H-3P
•F2H-4


Operator

Canada
•Royal Canadian Navy
oVF-870 (F2H-3)
oVF-871 (F2H-3)
oVX-10 (Test Squadron) (F2H-3)

United States
•United States Navy
oVX-3 (Evaluation) (F2H-1)
oVF-171 (F2H-1, then F2H-2)
oVF-11 (F2H-2)
oVF-12 (F2H-2)
oVF-22 (F2H-2)
oVF-62 (F2H-2)
oVF-172 (F2H-2)
oVC-61 (F2H-2P)
oVC-62 (F2H-2P)
oVC-4 (F2H-3)
•United States Marine Corps
oVMF-114
oVMF-122 (F2H-2)
oVMF-214 (F2H-4)
oVMF(N)-533 (F2H-A4)
oVMJ-1 (F2H-2P)
oVMJ-2 (F2H-2P)





Specifications (F2H-3)

General characteristics
•Crew: 1
•Length: 48 ft 2 in (14.68 m)
•Wingspan: 41 ft 8.8 in (12.72 m)
•Height: 13 ft 11 in (4.24 m)
•Wing area: 294 ft² (27.31 m²)
•Empty weight: 13,183 lb (5,980 kg)
•Max takeoff weight: 28,500 lb (12,930 kg)
•Powerplant: 2× Westinghouse J34-WE-34 turbojets, 3,250 lbf (14.5 kN) each

Performance
•Maximum speed: 527 mph (458 knots, 848 km/h) at 10,000 ft (3,100 m)
•Range: 1,716 mi (1,491 nm, 2,672 km)
•Service ceiling: 46,500 ft (14,173 m)
•Rate of climb: 5,900 ft/min (30 m/s) from sea level

Armament
•Guns: 4× 20 mm (0.787 in) Colt Mk 16 cannon, 150 rounds/gun
•Rockets:
o8× 60 lb High Explosive rockets or
o6× 500 lb bombs and 2× 60 lb H.E. rockets
•Missiles: 2× AIM-9 Sidewinder missiles (in RCN service)

FH-1 Phantom, 1945




Role: Carrier-based fighter aircraft
Manufacturer: McDonnell Aircraft
First flight: 26 January 1945
Introduced: August 1947
Retired: 1949 USN, USMC; 1954 USNR
Primary users: United States Navy; United States Marine Corps
Number built: 62
Variants: F2H Banshee


McDonnell FH Phantom adalah pesawat tempur jet bermesin ganda dan pertama kali terbang selama Perang Dunia II untuk AL Amerika Serikat. Phantom adalah pesawat jet pertama yang murni beroperasi di atas kapal induk Amerika dan jet pertama dioperasikan oleh Korps Marinir Amerika Serikat. Meskipun operasinya di garis-depan relatif singkat, pesawat ini membuktikan keunggulannya sebagai pesawat jet berbasis kapal induk. Selain itu, pesawat ini adalah pesawat McDonnell pertama yang sukses, yang memicu pengembangan F2H Banshee, salah satu dari dua pesawat jet berbasis kapal induk terpenting selama Perang Korea.

FH Phantom awalnya diberinama FD Phantom, tetapi namanya diubah setelah memasuki fase produksi.


Design and development

Pada awal 1943, pejabat penerbangan di US Navy terkesan dengan proyek XP Bat-67 McDonnell yang berani. McDonnell diundang oleh AL untuk bekerja sama dalam pengembangan sebuah jet fighter berbasis kapal induk, menggunakan mesin dari set turbojet yang sedang dikembangkan oleh Westinghouse Electric Corporation. Tiga purwarupa telah dipesan pada 30 Agustus 1943 dan dengan nama XFD-1. Di bawah Aturan Penamaan AL AS 1922, huruf "D" mewakili perusahaan pembuatnya. Perusahaan Pesawat Douglas sebelumnya yang diwakilkan dari huruf ini, tetapi USN melimpahkannya pada McDonnell karena Douglas tidak mampu menghasilkan satu pesawat tempur pun yang beroperasi untuk AL pada saat itu

Teknisi McDonnell mengevaluasi sejumlah kombinasi mesin, bervariasi dari delapan mesin berdiameter 9,5 inch (241 mm) turun menjadi dua mesin berdiameter 19 inch (483 mm). Desain akhirnya menggunakan dua mesin 19 inch (483 mm) karena lebih ringan dan konfigurasinya sederhana. Mesin dipasang di akar sayap untuk menjaga jarak yang dekat antara intake dan saluran pembuangan udara (exhaust), menawarkan efisiensi Aerodynamic yang lebih besar daripada nacelles di bawah sayap, dan mesin bersudut sedikit ke arah luar untuk melindungi badan pesawat dari panas ledakan exhaust. Penempatan mesin di bagian tengah airframe memungkinkan gelembung kokpit pada badan pesawat di depan sayap, membuat visibilitas pilot yang bagus ke seluruh penjuru. Lokasi mesin ini memberikan ruang di bawah hidung, sehingga memungkinkan desainer menggunakan roda tricycle, sehingga menaikkan arah exhaust mesin dan mengurangi resiko kerusakan dek penerbangan kapal induk akibat ledakan panas. Berbeda dengan yang inkonvensional XP-67, metode konstruksi dan desain Aerodynamic dari Phantom cukup konvensional pada saat itu; pesawat memakai sayap tak tertekuk, sebuah empennage konvensional, dan struktur monocoque aluminum dengan kulit aluminium flush riveted. Sayap yang dapat dilipat digunakan untuk mengurangi lebar pesawat di dalam konfigurasi penyimpanan.

Pemasangan empat .50-kaliber (12,7 mm) senjata mesin dilakukan di hidung, sedangkan rack untuk delapan roket udara-ke-darat tak-berkendali 5inc (127 mm)dengan daya ledak tinggi dapat dipasang dibawah sayap. Mengadaptasikan sebuah jet untuk penggunaan di kapal induk memberikan tantangan yang jauh lebih besar dari pada produksi pesawat berbasis daratan karena kecepatan lepas landas dan mendarat yang diperlukan pada dek kapal induk yang kecil. Phantom menggunakan split flaps pada bagian sayap dapat dilipat dan yang permanen untuk meningkatkan kinerja pendaratan kecepatan rendah, namun tidak perangkat “pengangkat” yang digunakan. Botol Rocket Assisted Take Off (RATO) juga dipakai untuk meningkatkan kinerja lepas landas.

Ketika XFD-1 pertama telah selesai dibuat pada Januari 1945, hanya satu mesin Westinghouse 19XB-2B yang telah tersedia untuk dipakai. Uji Ground Run dan taxi dilakukan dengan satu mesin, dan dengan keyakinan penerbangan pertama dilakukan pada 26 Januari 1945 hanya dengan satu mesin turbojet. Dengan berhasilnya tes, kontrak produksi telah diberikan pada 7 Maret 1945 untuk 100 pesawat FD-1. Namun, selama pengembangan Phantom, Pesawat Douglas telah diumumkan dengan maksud untuk bersaing untuk kontrak beberapa pesawat baru AL. AL diminta untuk memberikan penandaan huruf "D" Douglas kembali ke "H" untuk McDonnell, sehingga mengubah kode pesawat produksi Phantom menjadi FH-1. (22 tahun kemudian, lama FH setelah terakhir diproduksi, McDonnell dan Douglas akan bergabung, membentuk McDonnell Douglas). Dengan akhir perang, kontrak produksi Phantom dikurangi menjadi 30 pesawat, namun segera ditingkatkan menjadi 60.

Purwarupa kedua dan terakhir pesawat Phantom menjadi pesawat jet pertama yang murni beroperasi dari kapal induk Amerika, berhasil menyelesaikan empat kali lepas landas dan pendaratan pada 21 Juli 1946, dari USS Franklin D. Roosevelt. Pada waktu itu, kapal induk itu adalah yang terbesar yang beroperasi dengan USN, yang memungkinkan pesawat untuk lepas landas tanpa bantuan dari katapel.

Selama produksi, Phantoms mengalami sejumlah perbaikan desain. Termasuk untuk sebuah drop-tank centerline flush-fitting, sebuah gunsight yang diupgrade, dan penambahan rem-kecepatan. Model produksi menggunakan mesin Westinghouse J30-WE-20 dengan daya dorong 1600 lbf (7,1 kN) per mesin. Bagian atas ekor vertikal memiliki bentuk yang lebih persegi daripada ekor melingkar yang digunakan pada prototip, dan rudder yang lebih kecil untuk menyelesaikan masalah kontrol permukaan yang ditemukan selama tes penerbangan. Ekor horisontal dipendekkan sedikit sementara badan pesawat dipanjangkan 19 in (483 mm). Jumlah rangka di kaca kokpit dikurangi untuk meningkatkan visibilitas pilot.

Menyadari bahwa produksi mesin jet yang lebih canggih telah dekat, teknisi McDonnell mengusulkan varian Phantom yang lebih kuat sementara pesawat yang asli masih dikembangkan. Proposal inimenuntun ke pesawat pengganti Phantom, F2H Banshee. Walaupun pada awalnya pesawat baru bertujuan sebagai modifikasi dari Phantom, kebutuhan akan alat perang berat, peningkatan kapasitas bahan bakar internal, dan pengembangan lain akhirnya menyebabkan kebutuhan pesawat yang lebih besar secara substansial yang memakai beberapa suku cadang secara bersama-sama dengan pesawat pendahulu-nya.


Survivors

Dua Phantoms diketahui masih saat ini. Sebuah pesawat Phantom ditampilkan di National Air dan Space Museum dari Smithsonian Institution di Washington, DC, Amerika Serikat, sementara salah satu mantan Progressive Aero pesawat ditampilkan di National Museum of Naval Penerbangan di Naval Air Station Pensacola, Florida. Pesawat lainnya merupakan mantan Progressive Aero Phantoms, mungkin dalam penyimpanan di Fort Lauderdale, tetapi statusnya tidak diketahui


Operators

United States
•United States Navy
oVF-17A
•United States Marine Corps
oVMF-122
oVMF-311





Specifications (FH-1 Phantom)

General characteristics
•Crew: One
•Length: 37 ft 3 in (11.35 m)
•Wingspan: 40 ft 9 in; 16 ft 3 in with folded wings (12.42 m / 4.95 m)
•Height: 14 ft 2 in (4.32 m)
•Empty weight: 6,683 lb (3,031 kg)
•Loaded weight: 10,035 lb (4,552 kg)
•Max takeoff weight: 12,035 lb (5,459 kg)
•Powerplant: 2× Westinghouse J30-WE-20 turbojets, 1,600 lbf (7.1 kN) each
•*Fuel capacity: 375 US gal (1,420 L) internal, 670 US gal (2,540 L) with external drop tank

Performance
•Maximum speed: 479 mph (771 km/h) at sea level
•Cruise speed: 248 mph (399 km/h)
•Range: 695 mi (1,120 km)
•Ferry range: 980 mi (1,580 km) with external drop tank
•Service ceiling: 41,100 ft (12,525 m)
•Rate of climb: 4,230 ft/min (1,289 m/min)
•Wing loading: 36.4 lb/ft² (178 kg/m²)
•Thrust/weight: 0.32

Armament
•4 x .50-caliber (12.7 mm) machine guns
•8 x 5-in (127 mm) unguided high-explosive rockets

McDonnell XP-67, 1941




McDonnell XP-67 adalah purwarupa pesawat tempur mesin ganda, jarak jauh, satu-kursi untuk Korps Udara AD AS. Meskipun desainnya memperlihatkan konsep yang canggih, banyak masalah yang membuat cacat proyek dan mengakibatkan pembatalan program setelah purwarupa yang telah selesai dibuat terbakar hebat. Beberapa sumber memberi nama pesawat ini Moonbat daripada Bat (Kelelawar)



Desain dan Pengembangan

Berdasarkan studi McDonnell sebelumnya untuk pesawat tempur jarak jauh, USAAC mengeluarkan perintah untuk membuat dua purwarupa pada tanggal 29 Juli 1941, dengan kode XP-67. Pesawat ini mempunyai desain yang tidak biasa yang mana team desainernya mempertahankan bagian airfoilnya di seluruh bagian pesawat termasuk bagian tengah badan pesawat dan menggabungkan bagian belakang dari mesin dengan sayap. Pesawat versi produksinya diharapkan untuk memiliki kokpit bertekanan, sebuah inovasi baru pada saat itu. Sejumlah persenjataan dipertimbangkan termasuk enam senapan mesin 12,7 mm, empat meriam 20 mm, dan bahkan meriam 75 mm sebelum enam meriam 37 mm M4 terpilih. Dua mesin Continental XI-1430-1 akan dipakai, dan akan dipasang dengan turbosuperchargers. Mesin dipasang dengan konfigurasi V terbalik, memutar propeller empat bilah, dan exhaust (saluran pembuangan) yang digunakan untuk meningkatkan daya dorong.


Pengujian

XP-67 pertama, 42-11677, telah siap untuk uji coba lapangan pada 1 Desember 1943 meskipun ia belum siap untuk penerbangan. Pesawat terbang ini dipasang dengan mesin XI-1430-17/19 dan General Electric D-23 turbo superchargers. Tidak ada peralaran tekanan udara atau persenjataan yang dipasang. Pada tanggal 8 Desember, pesawat rusak karena kebakaran di kedua nacelles (tempat untuk mesin pada pesawat) mesin-nya, disebabkan oleh kegagalan fungsi cincin slip manifold saluran pembuangan udara (exhaust). Pada 6 Januari 1944, kerusakan telah selesai diperbaiki dan XP-67 melakukan penerbangan pertamanya. Namun penerbangan tersebut hanya berlangsung selama enam menit akibat adanya masalah dengan mesin eksperimental. Setelah sejumlah modifikasi telah dibuat untuk pemasangan mesin, dua penerbangan uji dilakukan. Pada penerbangan keempat, bearing mesin terbakar ketika mesinnya secara tidak sengaja mengalami overspeeded.

Sebagai hasil dari uji terowongan angin (wind tunnel test), ekor pesawat dinaikkan 12 inci (305 mm), sementara pesawat menunggu mesin pengganti. Pada tanggal 23 Maret 1944, penerbangan uji coba dilanjutkan kembali. Pilot AD akhirnya menerbangkan pesawat ini pada tanggal 11 Mei 1944, dan pesawat dianggap mempunyai kokpit yang cukup baik dan kontrolnya bagus, tetapi kekuatan pesawat ini dinilai kurang karena jarak lepas landas yang panjang, pendakian yang lambat, dan akselerasi yang lambat. Penerbangan lainnya mempunyai karakteristik baik, gaya tangkai kendali ringan, jarak lepas landas cukup, dan kontrol yang efektif pada semua kecepatan dengan stabilitas longitudinal stabilitas yang baik, tetapi kecenderungan dutch roll yang lazim.

Setelah kembali ke pabrik, cooling ducts dibuat ulang. Beberapa permasalahan yang muncul selama penerbangan uji diatasi, tapi mesinnya semakin rusak karena overheating kronis dan kegagalan konsisten dalam memberikan tenaga maksimal yang diharapkan.


Kerusakan Akibat Kebakaran dan Pembatalan Proyek

Pada 6 September 1944, sisi kanan mesin purwarupa ini terbakar selama penerbangan uji. Pilot uji coba EE Elliot melakukan pendaratan darurat dan berusaha untuk memarkirkan pesawat mengarah kepada hembusan angin agar api tertiup dari airframe, tetapi rem roda kanan utama mengalami kegagalan, sehingga pesawat memutar dan membuat api tertiup langsung ke arah bagian belakang badan pesawat. Kebakaran ini merusak badan pesawat, mesin, nacelle dan sayap secara. Sebuah evaluasi pasca-kebakaran menyatakan bahwa pesawat ini merupakan kerugian total.

Purwarupa lainnya baru diselesaikan 15% karena banyaknya penundaan. Pimpinan AD saat itu melakukan evaluasi. Walaupun perusahaan menawarkan pemakaian mesin jet, pesawat ini dianggap tidak memberikan keunggulan berarti jika dibandingkan dengan pesawat lain yang saat itu sudah beroperasi. Proyek ini akhirnya dibatalkan.





Specifications (XP-67)

General characteristics
•Crew: one, pilot
•Length: 44 ft 9 in (13.64 m)
•Wingspan: 55 ft (16.76 m)
•Height: 15 ft 9 in (4.80 m)
•Wing area: 414 ft² (38.50 m²)
•Empty weight: 17,745 lb (8,050 kg)
•Loaded weight: 22,114 lb (10,030 kg)
•Max takeoff weight: 25,400 lb (11,520 kg)
•Powerplant: 2× Continental XI-1430-17/19 twelve cylinder inverted vee liquid-cooled engine, 1,350 hp (1,000 kW) each

Performance
•Maximum speed: 405 mph at 25,000 ft (650 km/h)
•Range: 2,385 statute miles (3,840 km)
•Service ceiling 37,400 ft (11,400 m)
•Rate of climb: 2,600 ft/min (13 m/s)
•Wing loading: 53.4 lb/ft² (260 kg/m²)
•Power/mass: 0.06 hp/lb (0.09 kW/kg)

Armament
•Six 37 mm M-4 cannon

Mc.Donnel Douglas Corporation

F-4 Phantom

Mcdonnell Douglas Corporation didirikan pada 28 April 1967 yang merupakan merger dari McDonnell dan Douglas. Melanjutkan pengembangan dan produksi F-4 di St Louis (sampai 1979). Pada 23Desember1969 menerima kontrak untuk pengembangan dan produksi pesawat tempur superioritas udara F-15 Eagle, pertama terbang Juli 27,1972; masih di produksi oleh Boeing, dengan peran-ganda terbaru F-15E dua tempat duduk (produksi pertama F-15E terbang pada Desember 1986 ) yang cocok untuk peran superioritas udara dan interdiksi jarak-jauh.

Mengembangkan pesawat multi-peran versi kapal induk dan landasan darat F/A-18 Hornet yang cocok untuk peran pesawat tempur (fighter) dan misi serang (terbang pertama kali pada November 1978, dengan varian terbaru F/A-18E dan F Super Hornet, terbang pertama kali pada November 1995, baru-baru ini diproduksi oleh Boeing), selanjutnya AV-8B Harrier II dan II Plus STOVL, bekerja sama dengan British Aerospace untuk Korps Marinir AS (penerbangan pertama pada November 1981 dan September 1992 masing-masing), dan Pesawat latih AL T-45 Goshawk (pertama terbang pada April 1988) dari British Hawk.

F-15 Eagle
Pabrik di Long Beach dan Palmdale terus memproduksi pesawat serang A-4 Skyhawk sampai 1979, pesawat komersial empat-jet DC-8 (sampai awal tahun 1970-an, dan pada tahun 1980-an dalam program penggantian mesin) dan pesawat komersial jet-kembar DC-9 (terbang pertama pada Februari 1965 dan diproduksi hingga akhir tahun 1970-an, ketika nama baru MD-80 diadopsi untuk model yang lebih baik), dan mengembangkan pesawat berbadan-lebar bermesin jet tiga DC-10 (terbang pertama pada 29 Agustus 1970 dan terakhir diproduksi pada tahun 1989, ketika digantikan oleh MD-11). Membeli Hughes helikopter pada Januari 1984, mengambil alih seluruh perusahaan dan kegiatannya termasuk helikopter kecil dan helikopter AH-64 Apache, ditambah dengan sistem NOTAR (no tail rotor) anti-torque.

F-18 Hornet

Merger antara McDonnell Douglas dengan Boeing diumumkan pada bulan Desember 1996, dan dari Agustus 1997, perusahaan gabungan ini mulai beroperasi sebagai satu unit kolektif di bawah nama The Boeing Company.



ARA Independencia (V-1)


Independencia (V-1) (foto: http://brisray.com)

Argentina adalah salah satu negara Amerika Selatan yang mengoperasikan kapal induk secara efektif. Sebuah langkah signifikan untuk Naval Aviation Argentina dilakukan pada 1958 dengan pembelian kapal induk ringan milik Inggris. HMS Warrior yang dirubah nama menjadi ARA Independencia. 



Sejarah

Kapal induk ini diluncurkan pertama kali pada 20 Mei 1944, dan selesai dibangun pada 24 Januari 1944. Kapal induk ini kemudian ditransfer ke Royal Canadian Navy dan mulai ditugaskan dengan nama HMCS Warrior.

Pada 23 Maret 1948 HMCS Warrior kembali ke Inggris dan ditugaskan kembali dengan nama HMS Warrior (R31).

F4U Corsair di atas Independencia (foto: http://brisray.com)

Pada 1958, kapal induk ini dijual ke Argentina dan diganti nama menjadi ARA Independencia (V-1). Kapal induk ini pertama kali diterjunkan dengan air unit F4U-5 dari 2' Escuadrilla de Ataque, yang kemudian menjadi skuadron berbasis kapal induk pertama dari seluruh air arm negara Amerika Latin.

Pada 1958, dua puluh pesawat jet fighter Grumman F9F-2 Panther bekas pakai dari AL AS – pesawat jet pertama Aviación Naval– dikirimkan untuk digunakan oleh 1' Escuadrilla Aeronaval de Ataque.

Argentine Naval Aviation mulai air operation dari Independencia pada Juni 1959 bahkan sebelum kapal ini secara resmi ditugaskan ke armada. Persenjataan anti-pesawat pada awalnya dikurangi menjadi dua belas meriam 40mm, yang dengan segera dikurangi lagi menjadi delapan. Namun pada Mei 1962, kapal dilengkapi dengan sebuah meriam quadruple dan sembilan meriam ganda dengan kaliber yang sama.

F4U Corsair, SNJ-5Cs Texan dan Grumman S2F-1 (S-2A) Trackers membentuk air group pada tahun tersebut.

AL juga melengkapinya dengan F9F Panther (dimulai dari Agustus 1963) dan jet F9F Cougar, walaupun Independencia terbukti tidak cocok untuk mengoperasikan mereka. Kapal ini juga dapat mengoperasikan pesawat jet latih TF-9J Cougar. Sepuluh tahun setelah hadirnya Independencia, Argentina dapat membentuk sebuah tenaga pendukung taktis yang cukup mampu dengan enam puluh Sud Fennecs (konversi ground-attack dari North American T-28A, yang dibuat di Perancis), yang dibagi antara Escuela de Aviación Naval

Setelah kapal induk ARA Veinticinco de Mayo (V-2) mulai bertugas pada 1969, Independencia dipindah sebagai cadangan (1970). Kapal induk ini dipensiunkan dan menjadi dibuang pada 1971.


Desain

Kapal induk ini didesain sebagai “intermediate aircraft carriers” dengan kemampuan antara sebagai escort carrier dan armored fleet carriers.Hull mereka dibuat dengan standar kapal dagang untuk mempercepat pembangunan dan memperluas kemungkinan penggunaan galangan kapal yang potensial. Desain final yang dirakit menjadi sebuah versi yang lebih ringan dari armored carriers tetapu tanpa perlindungan lapis baja, mesin setipe light cruiser, dan hanya menggunakan battery anti-pesawat ringan.

Terdapat hangar tunggal sepanjang 445 kaki dan dengan lebar 52, dan dengan tinggi 17 kaki 6 inci, dengan dukungan dua elevator. Dek penerbangannya dilengkapi dengan full arresting gear, crash barriers, dan ketapel hidrolis tunggal. Set radar kapal induk standar Inggris juga dipasang.

Setelah dibeli Argentina, menjadi Independencia, kapal induk ini membawa dua puluh dua senjata anti-pesawat 40mm dan dipasangi dengan 4-degree angled flight deck dan sebuah lattice mast dengan update radar udara dan pencari Amreika. Bobot penuhnya meningkat menjadi 19,540 ton.



Spesifikasi

Sejarah
Pembangun: Harland & Wolff Ltd., Belfast
Laid down: December 12, 1942.
Diluncurkan: May 20, 1944.
Ditugaskan: November 1948

Struktur
Bobot: 13,190 tons (standard); 18,040 tons (full load); 19,540 tons (full load-Independencia)
Dimensi: 695’0” (oa) x 80’0” x 18’6” (rata-rata), 23’6” (full load) 
Dek Penerbangan: 680’0” x 80’0” 
Awak: 1,300

Mesin dan Performa
Mesin: Parsons geared turbines, 4 Admiralty 3-drum boilers, 2 shafts, 40.000 shp = 25 knots
Bunkerage and range: 3,196 tons = 12,000 nm pada kecepatan 14 knots.

Air Arm
Aircraft: 48 
F9F Panther
F9F Cougar
F4U Corsair
SNJ-5Cs Texan
Grumman S2F-1 (S-2A) Trackers

Persenjataan 
6 x 4-barrelled 2 pdr AA 
6 x twin 20mm AA



Sumber

Web:
http://brisray.com
www.aircraftcarrier.name
http://en.wikipedia.org

Buku:
Fontenoy, Paul. 2006. Weapon and Warfare Series, Aircraft Carriers: An Illustrated History of Their Impact. ABC-CLIO.

Senin, 09 April 2012

F-16 Armament, Bag. 2 -end-


6. AN/AAQ-13 and AN/AAQ-14 LANTIRN
Navigation and Targeting Pod


Introduction

LANTIRN adalah sistem yang terdiri dari 2 pod yang mana memungkinkan aircrew dapat terbang baik disiang hari ataupun malam hari dan dalam kondisi meteorologi yang merugikan. Menyediakan Terrain-Following Radar (TFR), Forward-Looking Infra-Red (FLIR), targeting information for the aircraft's on-board fire control system dan target laser illumination. LANTIRN saat ini digunakan pada F-16C/D, F-15E/I/S dan F-14 platforms. Lebih dari 1.400 pod saat ini berada dalam pelayanan di 10 negara.



History

A USAF F-16C lines up on a tanker during an Allied Force combat mission. Note the ECM and Lantirn pods. (Photo by Greg L. Davis)

Program penelitian dan pengembangan, awalnya dipahami sebagai program upgrade untuk F-16, dimulai pada bulan September 1980 Martin Marietta (sekarang Lockheed Martin) sebagai kontraktor. 2 tahun kemudian pada tahun 1983, program tersebut telah dihentikan dan dibentuk kembali untuk mengurangi resiko kesalahan teknis yang dihadapi dengan pengembangan teknologi canggih, terutama Automatic Target Recognizer (ATR) sub-system. ATR ini ditujukan untuk secara otomatis membedakan antara berbagai target dimedan perang seperti MBT, SAM dan APC. Akhirnya diputuskan untuk tidak memakai fungsi ini diawal program, sebagai gantinya hal ini ditambahkan dibawah program retrofit dikemudian hari. Pada akhirnya, ATR tidak pernah masuk ke LANTIRN.

Penerbangan uji coba LANTIRN wide-angle HUD dimulai pada musim panas tahun 1982. Pada waktu itu, dukungan kongres untuk program ini sirna dan House Armed Services Committee memperingatkan bahwa mereka benar-benar serius untuk mempertimbangkan rekomendasi penolakan kewenangan pendanaan 1983. Tes penerbangan menggunakan dummy pod(equal to the real pods as far as weight, shape and mass distribution are concerned) dimulai pada bulan September 1982. Pod diinstrumentasikan sehingga pengukuran secara akurat dari vibration dan flutter dapat dilakukan.

Satu tahun setelah tes dengan HUD dimulai, pada musim panas tahun 1983, tes penerbangan dengan fully functional pod dimulai dengan 2 F-16B dan 2 A-10A. pada musim dingin 1984, LANTIRN telah menyelesaikan tes operasional dalam kondisi cuaca buruk selama kombinasi pengembangan (combined development), Test and Evaluation (DT&E) and Initial Operational Test & Evaluation (IOT&E) deployments di Eropa.

Dukungan kongres menurun saat kongres menetapkan bahwa, sebelum keputusan produksi diambil (diharapkan tahun 1985), LANTIRN harus dites dalam kompetisi dengan FliR-pod Ford Aerospace yang telah dikembangkan untuk F/A-18. USAF telah dilarang untuk memesan LANTIRN sebelum pengujian dilakukan. Pada saat itu LANTIRN telah menjadi komponen kunci dari program kunci seperti program F-15E dual-role fighter, dan dengan demikian tidak lagi dianggap sebagai sub-system F-16, tetapi sebagai program yang tersendiri. Hal ini pada akibatnya menyebabkan biaya yang semakin tinggi, karena biaya pengembangan LANTIRN tidak dapat dikenakan pada program F-16. Sebenarnya biaya yang semakin tinggi hanya sekitar 10%. Pada akhirnya LANTIRN dipilih untuk F-16C/D dan F-15E dan baru-baru ini melengkapi pesawat F-14 US Navy.

Angkatan udara akhirnya bisa menyetujui low-rate initial production of the navigation pod (tingkat produksi awal navigation pod yang rendah) pada bulan Maret 1985 dan full-rate production pada bulan Desember 1986. Produksi pod pertama dikirimkan ke angkatan udara pada tanggal 31 Maret 1987. Kontrak awal mencakup 561 navigation dan 506 targeting pod dan memiliki nilai $2.9 value. Complete LANTIRN system menambahkan sekitar $4 M untuk biaya pesawat yang merupakan tawaran yang tidak bisa diubah untuk mengaktifkan day/siang hari ke night/malam hari.

Pada bulan April 1986, IOT&E of the LANTIRN targeting pod membuktikan bahwa low-altitude/ketinggian rendah, night/malam hari, under-the-weather, precision attack mission telah layak. Angkatan udara menyetujui low-rate initial production pada bulan Juni 1986. Pengenalan LANTIRN merevolusi night warfare/ perang malam hari dapat menangkal kekuatan musuh ditempat yang gelap.



Construction

Sistem LANTIRN terdiri dari 2 pod, satu AN/AAQ Navigation Pod ("To Fly"), dan satu AN/AAQ-14 Targeting Pod ("To Fight"). Pod dirancang agar dapat beroperasi secara otomatis, sehingga pod dapat digunakan tanpa bantuan lain. Pod berkomunikasi dengan pesawat melalui standard 1553B data-bus.


AN/AAQ-13 Navigation Pod


1. Environmental Control Unit
2. Terrain-Following Radar
3. Antenna
4. Forward-Looking Infra-Red
5. Power Supply

Sub sistem utama navigation pod adalah Texas Instruments Ku-band terrain-following radar (AN/APN-237A), a wide field-of-view (WFOV) forward-looking infra-red sensor, dan komputer yang diperlukan dan suplai listrik.

TFR ini menggunakan pemrosesan signal yang canggih untuk menyediakan jangkauan azimuth yang luas, yang pada gilirannya dapat bermanuver dengan ganas dari kapal induk. Hal ini karena sistem dapat memberikan directional input (masukan arah) ke pilot atau flight control computer, sedangkan sistem yang lebih tua hanya menyediakan pitch-up commands.

TFR secara signifikan meningkatkan peluang pesawat untuk survive dalam modern battlefield, karena tidak hanya secara otomatis pilot dapat menghindari terrain/medan tetapi juga dapat menghindari sistem pertahanan udara dengan manuver dalam horizontal plane/bidang horizontal. Radar dapat dihubungkan langsung ke autopilot F-16 agar secara otomatis dapat mempertahankan ketinggian yang telah ditentukan sampai 100 feet saat berada diatas dihampir semua terrain. Memiliki 5 mode : Normal, Weather, ECCM, Low Probability of Intercept (LPI), dan Very Low Clearance (VLC).

FLIR ini memiliki 28 derajat field-of-view in azimuth dan 21 derajat dalam evaluasi ketinggian. Image yang dihasilkan ditempatkan pada outside scenery dengan memproyeksikannya pada HUD. Image ini buram/grainy, namun sense of depth (rasa kedalaman) nya cukup baik untuk terbang dalam kegelapan total atau asap dari medan perang, hujan, kabut, atau asap, namun menurunkan kinerja sistem karena energi infra-red sangat menyerap aerosols atau water vapor/uap air. Untuk prespektif yang diperluas diluar batas pandang HUD normal (beyond normal HUD viewing limits), pilot dapat HOTAS – memilih snaplooks kiri atau kanan 11 derajat dari center. Tombol lainnya pilot dapat memilih untuk "white hot" atau a positive "black hot" image. green dan white dan bukan black dan white. Setiap pilot memiliki keinganannya masing-masing.


AN/AAQ-14 Targeting Pod


1. Environmental Control Unit
2. Power Supply
3. Control Computer
4. Forward-Looking Infra-Red
5. Laser
6. Missile Boresight Correlator

Subsitem utama targeting pod adalah FliR dan laser designator/rangefinder. Keduanya ditempatkan di movable nose section of the AN/AAQ-14, dan distabilkan oleh system stabilisasi yang mengkompensasikan gerakan dan getaran pesawat. FLIR yang dipasang di two-axis turret beroperasi dalam 2 mode : a wide field-of-view (6x6 degrees) untuk akuisisi target atau a narrow one (1.7x1.7 degrees) untuk zooming in. Ketika LANTIRN tidak dalam operasi, turret diaktifkan kedalam sehingga sensor tidak mengenai element-element lainnya.

Close-up of the AN/AAQ-14 Targeting pod on the 5R station of an Aviano (31st FW) F-16CG on the ramp at Florennes during TLP 97-3. The large orange window is the FliR, the smaller yellow one the laser. (F-16.net pPhoto)

FLIR dapat digunakan secara independen untuk zooming in pada target yang telah dipilih. Data dari FLIR dimasukan menjadi satu multi-function head-down displays dikokpit dan digunakan untuk mengidentifikasi terrain features dan atau target yang berada dijangkauan yang jauh (long range).

The pod also houses Environmental Control Systems and a boresight correlator ("look where I look") hands-off system which passes targeting data to the aircraft's Fire Control Computer (FCC) and the weapon systems.

Laser designator dapat ‘’menerangi’’ target untuk laser-guided bombs. Hal ini juga dapat digunakan secara otomatis melacak target yang bergerak didaratan/ground serta untuk menandakan (designate) mereka untuk penembakan AGM-65 Maverick missiles. Hal ini bahkan dapat menandakan target untuk penembakan berulang-ulang Maverick (multiple Maverick shots) dalam single pass. Penggunaan laser lainnya adalah untuk menentukan jarak landmark yang tepat (determine the exact distance of a landmark) dalam rangka untuk mengupdate inertial navigation system pesawat. Hal ini sangat penting untuk menyampaikan persenjataan baik itu guided ataupun unguided tanpa acuan visual (visual references).


HUD and Cockpit Displays

GEC-Marconi holographic Head-Up Display (HUD) merupakan jawaban atas permintaan angkatan udara agar HUD mampu menampilkan WVOW FliR-imagery of the LANTIRN Pod. Desain new HUD memang sangat menantang : optic konvensional tidak mungkin mengimplementasikan seperti large combiner glass. New holographic technologies (diffraction gratings; simply put, mereka merefleksikan panjang gelombang cahaya tertentu/they reflect light of a particular wavelength atau warna dengan high efficiency saat mentransmisikan semua wavelengths yang lain dengan sedikit penyerapan) yang diterapkan, dikesempatan lainnya memastikan bahwa instalasi HUD tidak akan menghalangi ejection line (yaitu cukupnya ruang untuk leg dan feet pilot selama ejection). Desainer ingin menempatkan HUD dekat dengan ejection line sebisa mungkin untuk memaksimalkan FOV.


Dalam kasus F-16, combiner glass of the HUD juga berfungsi sebagai windshield selama ejection, karena one-piece canopy dihilangkan sepenuhnya sehingga mengexpos pilot ke slipstream. HUD combiner glass harus cukup kuat.



Versions

LANTIRN
Seperti dijelaskan diatas.

LANTIRN 2000
Tiga perangkat tambahan hardwere yang terdiri dari basic LANTIRN 2000 offers. Penambahan ini adalah :
  • A quantum well, third-generation FliR sensor;
  • A 40,000-foot altitude, diode-pumped laser;
  • A more compact, more powerful computer system.
8 – sampai 12 - micron FliR menggunakan quantum well technology untuk low-cost construction of extremely dense detector arrays. Memperluas weapon standoff range lebih dari 50%, menambahkan penilaian flexibilitas misi kerusakan pertempuran (mission flexibility of battle damage assessment) dan reconnaissance/pengintaian. Greater standoff range ensures less aircraft attrition. Generasi ketiga FLIR ini 23% lebih handal.
Diode pumped laser beroperasi pada jangkauan yang lebih besar dengan spot size yang lebih kecil. lower beam divergence, greater resolution/resolusi yang lebih baik dan pointing accuracy at 40.000 feet expand the altitude/akurasi pointing 40.000 kaki yang memperluas ketinggian dan jangkauan /range of the targeting pod. Diode-pumped laser 17% lebih dapat diandalkan berkat power supply yang ditingkatkan, part lebih sedikit, dan cooler operating temperature/ suhu operasi lebih dingin. Eye-safe training laser dengan tactical performance dan range terintegrasi.
LANTIRN 2000 computer lebih kecil, beratnya setengah dari yang lama, menggunakan power 2 kali lebih kecil dari computer yang digantinya. Throughput, memory dan reliability dioptimalkan. Softwere, kabel, dan interface tetap sama.

LANTIRN 2000+
Opsi tambahan untuk LANTIRN 2000 adalah :
  • A laser spot tracker to improve target identification and limit collateral damage.
  • A digital disk recorder for battle damage assessment and reconnaissance mission support;
  • An automatic target recognition system to reduce pilot workload by classifying high-priority targets;
  • A TV sensor, which has been successfully tested and flown, provides added capability around the clock.
Pathfinder and Sharpshooter
Untuk costumer internasional Pathfinder dan Sharpshooter (lebih murah dan sedikit kurang mumpuni) adalah turunan dari LANTIRN navigation and targeting systems.



F-16 Installation

Pesawat F-16 yang dilengkapi dengan LANTIRN pertama kali adalah Block 40/42, kadang-kadang disebut dengan "Night Falcon". Karena konsep "misionized aircraft" USAF yang diperpanjang menjadi individual Block, hanya F-16CG/DG Block 40/42 yang memiliki kemampuan LANTIRN dalam inventory USAF untuk jangka waktu yang lama (kecuali untuk beberapa F-16 A/B yang digunakan dalam LANTIRN-tests di Edwards).

Bersamaan dengan upaya LANTIRN, US AFRES sebelumnya, beberapa production fleet 125 unit F-16 A/B telah diupgrade dengan British Aerospace Systems & Equipments (BASE) Terprom system software. System ini telah ditambahkan untuk menghindari Controlled Flight Into Terrain (CFIT) - an euphemism untuk crashing selama low-level flights – yang merupakan bahaya yang serius karena tidak adanya FLIR yang baik seperti LANTIRN. Terprom source code yang dimasukan dalam 32Mb Fairchild DTM cartridges, mampu menyimpan 400nm2 of digital terrain data. Pada bulan Februari 1998, USAF mengumumkan rencananya untuk mengupgrade Block 25 dan Block 30/32 dan melengkapi pesawat-pesawat tersebut dengan navigation and targeting pods, kandidat yang memungkinkan adalah LANTIRN, LANTIRN 2000 dan (Israeli) Litening systems. Dan keputusan pun belum diambil.

Close-up of LANTIRN installation on a Greek F-16CJ prior to delivery: AN/AAQ-13 Navigation pod on the port chin station, AN/AAQ-14 Targeting pod on the starboard chin station. (LMTAS Photo)

Costumer asing seperti Yunani telah memesan 50 machines dengan kemampuan LANTIRN dan F-16 MLU Belanda cocok dengan LANTIRN. Konfigurasi LANTIRN night vision direncanakan untuk program F-16 Midlife Update (MLU) Belanda dan penerbangan perdananya pada bulan September 1997. F-16 Block 50 dengan cockpit display hamper identik dengan pesawat MLU Belanda, membawa LANTIRN targeting pod dengan electro-optical dan television sensors dan LANTIRN Pathfinder navigation pod dengan Laser Spot Locator. Penerbangan termasuk mengoperasikan pencitraan siang dan malam hari (day and night imaging operations).

Pesawat F-16 membawa LANTIRN pods di chin stations : AN/AAQ-13 Navigation Pod di port station (5L) dan AN/AAQ-13 Targeting Pod di starboard station (5R). Beratnya pod mengharuskan penguatan struktur internal dan undercarriage F-16. Landing gear yang diperkuat mengakibatkan bulges/tonjolan do landing gear door untuk mengakomodasi tires/ban yang lebih besar dan relokasi landing gear lights/lampu roda pendara ke edge of the landing gear doors/tepi pintu roda pendarat.



Operational Use

Data dari Navigation pod disajikan di HUD : FliR imagery ditampilkan sehingga persis overlaps/tumpang tindih dengan real world outside (dunia nyata yang berada diluar) sehingga memberikan clear view of the scenery (pandangan pemandangan yang jelas) dimalam hari ataupun dicuaca buruk (bukan ketika hujan : FLIR tidak dapat melihat melalui hujan karena air memiliki absorption peak/penyerapan tinggi di IR wavelengths). Steering cues/pengendali isyarat dari TFR tersebut baik diberikan langsung ke flight computer ataupun dipresentasikan di HUD sehingga pilot dapat mengambil tindakan yang tepat, kedua solusi yang memungkinkan pilot mengikuti kontur terrain diketinggian yang dipresentasikan.

NFOV FliR-imagery dari targeting pod dipresentasikan disalah satu heads-down displays. Setelah mendapatkan akurasi target (misalnya melalui radar atau visual melalui WFOV imagery di HUD, pilot dapat membawa targeting pod's FliR untuk menahan/bear dan mengidentifikasi target. Dalam kasus AGM-65 IR Maverick, missile's seeker head can simply be cued on target by the aircraft's Fire Control computers dan dengan demikian keLANTIRN (yang memberikan data langsung ke FCC). Target akuisisi yang dilakukan oleh missile akan dilakukan setelah AN/AAQ-14's FliR telah mendapatkan keakurasiannya. Pilot hanya memeriksa bahwa Maverick telah melock on, tembakan dan slew/belokan FLIR ke target selanjutnya setelah itu ia baru bisa langsung menembakan missile selanjutnya, jika pilot ingin menggunakan weapon lain, built-in laser designator dapat menerangi target untuk laser-guided ordnance, atau dapat memperoleh informasi keakuratan range/jangkauan untuk keakuratan pengiriman "dumb" ordnance, seperti cluster bombs atau iron bombs. Ketinggian maksimum dimana laser dapat digunakan adalah 12.000 ft (karena adanya redaman diudara/attenuation in the air).



Specifications

AN/AAQ-13 navigation pod
Weight : 470 pounds (211.5 kg) .
Length : 78.2 inches (199 cm) .
Diameter : 12 inches (30.5 cm).

AN/AAQ-14 targeting pod
Weight : 470 pounds (211.5 kg).
Length : 98.5 inches (251 cm) .
Diameter : 15 inches (38.1 cm).

Introduction Date : March 1987.

Unit Cost : Navigation pod, $1.38 million; targeting pod, $3.2 million (FY 1999).




7. GBU-31 and GBU-38 JDAM
Joint Direct Attack Munition


Introduction

An inert 2000lb GBU-31 JDAM on the number 3 station of a USAF F-16. (USAF photo)

Joint Direct Attack Munition (JDAM) adalah guidance tail kit yang mengkonversi keakuratan unguided free-fall bombs yang telah ada, all-weather guided bombs. JDAM kit terdiri dari new tail section yang mengandung inertial navigational system dan global positioning system (GPS) guidance control unit. JDAM dapat diluncurkan sekitar 15 mil dari target. JDAM adalah pengembangan bersama antara USAF dan US Navy yang dibangun oleh Boeing, dan cocok dengan standard Mk.80 series of free-fall bombs. Unit costnya sekitar $18.000 (FY 1999).



History

Pada awal tahun 1990, operasi Desert Storm adalah penyebaran pertama dalam skala besar smart bombs. Smart weapons digunakan selama Gulf War I terutama Laser Guided Bombs (LGB), yaitu standard Mk.80 series free-fall bombs yang dilengkapi dengan laser guidance kit. LGB tergantung pada target yang diterangi oleh ground-based atau air-borne laser designator. Karena optical wavelengths dapat diserap oleh air, cuaca yang buruk seperti kabut, awan, atau hujan cenderung membatasi kinerja laser-guided weapons. Meskipun LGB menyediakan keakuratan dalam keadaan cuaca yang cerah (siang atau malam), namun kinerjanya terbatas dalam keadaan cuaca buruk.

Pada saat yang sama, typical mission profiles diterbangkan dalam poperasi Desert Storm yang menyediakan unguided munitions walaupun kurang tepat. Pesawat dapat menjatuhkan bombs dari medium or even high altitude (ketinggian menengah atau ketinggian yang tinggi) untuk menghindari penembakan small-arms anti-aircraft, yang akan menurunkan keakuratan unguided munitions.

USAF F-16C block 42 #88456 from the F-16 CTF at Edwards AFB, dropping a JDAM bomb during a high-altitude test flight. Note the typical JDAM jacket and tail section containing the guidance section. (USAF photo)

Dua faktor inilah yang dibutuhkan untuk precision guided munition untuk segala kondisi cuaca. Di awal tahun 1990, General McPeak, lalu USAF Chief of Staff, menuliskan pada selembar kertas sesuatu yang dia inginkan yaitu agar industri dapat memproduksi apa yang ia inginkan. Dia menginginkan all weather precision guided bomb – sesuatu yang tidak tergantung pada visibilitas yang baik seperti laser guided bombs. Dia bahkan menuliskan 'radar guided'. Dia tidak tahu menahu tentang masalah teknis, dia hanyalah seorang pilot, apa yang ia tahu hanyalah ia menginginkan masalahnya terselesaikan : yaitu untuk hit target dalam kondisi cuaca apapun.

Penelitian dan pengembangan JDAM dimulai pada tahun 1992. GPS dipilih sebagai guidance technology, terutama karena biayanya yang rendah dan off-the-shelf availability. Pesawat strike dapat mengakurasi target dengan advanced all-weather sensors, seperti synthetic aperture radar (SAR), program GPS-guided weapons untuk hit individual target dilokasi yang telah ditentukan, menjatuhkan weapons secara bersamaan, dan kemudian segera pergi. Weapons akan memproses pelacakan ke individual target mereka tanpa intervensi atau bantuan sistem lain yang lebih lanjut.

Pada bulan Oktober 1995, USAF memberikan kontrak untuk EMD dan utnuk produksi pertama 4.635 JDAM kits dengan unit cost rata-rata $18.000, kurang dari setengah perkiraan biaya asli yaitu $40.000. JDAM yang pertama dikirimkan pada tahun 1997 dengan pengujian operasional ditahun 1998 dan 1999. Lebih dari 450 JDAM telah dijatuhkan selama pengujian, merekam 95% kehandalan sistem yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mencapai tingkat keakuratan 9.6-meter. Kinerja JDAM telah dibuktikan dalam kondisi cuaca buruk, termasuk dijatuhkan melalui awan, hujan dan salju.

USAF, US Navy, dan Marine Corps awalnya direncanakan untuk mendapatkan total lebih dari 87.000 JDAM kits dari Boeing, dengan total program cost lebih dari $2 B. Militer US sangat begitu antusias dengan weapon yang mereka telah belu sekitar 250.000, dan telah ada percakapan tentang penghapusan unguided bombs sepenuhnya dari inventory. JDAM juga telah dijual ke customer asing, yaitu dengan Israel dan Italia sebagai pelanggan ekspor yang pertama.



Construction

JDAM kit merupakan modifikasi yang sederhana, yang mana dapat dijelaskan dengan mudah dengan biayanya yang rendah. Terdiri dari tail section dan jacket yang membungkus disekitar body free-fall bomb. Different tails dan jackets yang tersedia untuk different bombs.


Key to drawing :
1. Warhead
2. Suspension lugs
3. 1760 interface
4. Jacket
5. Strakes
6. Guidance section
7. Fins

Tail memiliki moveable fins (sirip yang bergerak), dan mengandung thermal battery dan guidance system. Yang terakhir ini terdiri dari GPS (Global Positioning System) receiver dan Inertial Navigation System (INS). Guidance system terhubung ke pesawat induk dengan umbilical connection, meskipun wireless infrared link berada dalam kinerja. Different fuses yang tersedia : BLU-109 penetrator warhead yang akan menembus surface sebelum detonating/peledakan, tetapi fuse juga dapat diatur untuk airburst atau contact.

Jacket membungkus disekitar body bomb. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan manuver dan jangkauan melalui mid-body strakes yang bekerja sebagai aerodynamic surfaces.



Versions

Varian JDAM digunakan oleh F-16

GBU-31
Dua versi yang tersedia : GBU-31(V)1/B berdasarkan pada 946 kg (2085 lb) Mk.84 warhead, dan GBU-31(V)3/B berdasarkan pada 981 kg (2162 lb) BLU-109 forged steel penetrator warhead.

GBU-38
JDAM kit dengan Mk.82/BLU-111/B. 253 kg (558 lb).


F-16 Installation

JDAM hanya dapat diluncurkan oleh F-16 yang memiliki digital INS/GPS system dengan proper software upgrades untuk mengintegrasikannya dengan weapons management system. Pesawat yang menggunakan JDAM memerlukan 1760/1553-capable pylon. JDAM dapat dibawa oleh model F-16 sebagai beriukut : MLU, Block 30/32, Block 40/42, Block 50/52, Block 52+, dan Block 60. JDAM capability dapat ditambahkan ke model yang lebih tua (Block 30/32/40/42) dengan menginstall digital INS/GPS system, dan menginstall software upgrades yang diperlukan. Model yang lebih baru juga telah memiliki digital GPS/INS ketika keluar dari production line. Model ini juga dapat menggunakan radar mereka untuk memperbaiki koordinat target. Berdasarkan hasil radar dari target, koordinat target yang telah ditentukan diirimkan kembali ke JDAM guidance section.

Roll-out of the first F-16I 'Sufa' (#253) for Israel at LMTAS' Fort Worth facility on November 14th, 2003. Note the CFTs, dorsal spine, GBU-31 JDAMs, and the numerous bulges and fairings for undisclosed equipment. (LM photo)

F-16 Loadout
Armada F-16 USAF hanya menggunakan GBU-31 dan GBU-38. Station 3 dan 7 telah memiliki/dipasang wired untuk dapat membawa single JDAM. Station lainnya tidak dapat dilengkapi sepenuhnya untuk JDAM. Dengan menambahkan BRU-57/A Multiple Carriage, "Smart" Bomb Rack, 2 GBU-38's dapat dibawa pada station 3 dan 7.


F-16 Loading
Spesialis Munition merakit bombs dibase. Mereka mengambil conventional dumb bomb, memasang JDAM kit dan memastikannya dapat berguna, kemudia memasangnya pada pesawat.


Aiming & Firing

Koordinat direncanakan sebelumnya, fixed targets dikirimkan ke JDAM oleh aircrew. Koordinat ini misalnya ditentukan dari high-resolution aerial images. Jika target not pre-planned (seperti beberapa target di Afghanistan dan bukan diIrak), pesawat yang membawa JDAM muncul di area target dan menentukan target dengan pesawat JSTAR, Forward Air Controller, atau source lainnya. Jika pesawat peluncur memiliki kemampuan radar assist (seperti B-1, B-2, F-18E/F, dan terakhir F-16), radar data dapat digunakan untuk memperbaiki koordinat target.

"An 8th FW "Wolfpack" F-16C (Commander's aircraft) dropping a pair of 2000lb GBU-31 JDAM's. (USAF photo)"

JDAM secara otomatis memulai proses penginstalan selam captive carry ketika power dialirkan oleh pesawat. Weapon melakukan Built-in Testing, dan menyelaraskan INS dengan host aircraft's system. Targeting data secara otomatis down loaded ke weapon dari host aircraft. Ketika host aircraft mencapai release point dalam Launch Acceptable Region (LAR), pilot melepaskan weapon.

Setelah dilepaskan, JDAM terbang bebas dari pesawat dan berupaya untuk mengakuisisi signal GPS. Untuk meningkatkan kesempatan akuisisi GPS, JDAM biasanya dilepaskan dari ketinggian high altitude. Untuk mendapatkan akusisi ini biasanya terjadi selama 10 detik atau bisa lebih. Bomb's 3-axis INS dan GPS guidance systems akan mengambil alih dan membimbing bomb ke target tanpa memandang kondosi cuaca. Ada dua mode operasi : baik dengan GPS-assisted guidance, yang menghasilkan 13m CEP (Circular Error Probable), atau INS-only guidance, yang menghasilkan 30m CEP. INS – hanya digunakan ketika signal GPS – unavailable/tidak tersedia, sebagai contohnya ketika GPS jammers digunakan oleh musuh. Realita yang penting adalah bahwa Guidance Control Unit (GCU) menyediakan accurate guidance dalam kedua mode ini, sehingga walaupun GPS tidak tersedia JDAM masih bisa akurat.

JDAM dapat dilepaskan lebih dari 10 mil dan dari ketinggian high altitude. Hal tersebut memungkinkan pesawat untuk menghindari penembakan small Surface-to-Air Missiles (SAM) atau Anti-Aircraft Artillery (AAA atau triple A), sehingga meningkatkan survivability.

Yang menjadi perhatian khusus untuk JDAM adalah GPS jamming. Namun ini bukanlah suatu masalah karena sudah ada antisipasinya. Pertama-tama, signal GPS sekarang berada pada secure topology - GPS kit mengetahui jika sudah mendapatkan signal certified GPS signal atau tidak. U.S. Department of Defense telah menerima dana tambahan untuk membuat proses ini lebih aman dan untuk meningkatkan kemampuan kit untuk akusisi signal GPS dibawah skenario berbagai jamming. Kedua, jika JDAM kit tidak mengakuisisi signal GPS on the way down, Inertial Navigation System di kit akan mendapatkan weapon dekat target dengan akurasi yang bervariasi (tergantung kondisi) dan tidak akan terpengaruh jika GPS jatuh keluar dari jangkauan yang telah ditentukan. Semua ini terbukti dalam pertempuran di Irak, GPS jammer musuh mengambil alih JDAM.



Operational Use

JDAM dan B-2 ditampilkan dalam combat selama operasi Allied Force. B-2s, terbang 30-jam, tanpa henti, penerbangan pulang pergi dari Whiteman Air Force Base, Mo., mengirimkan lebih dari 600 JDAM selama operasi Allied Force.

Combat yang pertama menjatuhkan GBU-31 JDAM oleh unit F-16 yang dibuat di Afghanistan pada tanggal 29 November 2001, oleh 389th EFS selama penyebaran mereka dalam operasi Enduring Freedom ke Al Udeid AB, Qatar. Pilots yang bersejarah dalam misi ini adalah Col. William F. Andrews (366th AEG commander) dan Capt. Paul Kirmis (389th FS pilot).

Combat pertama yang menggunakan GBU-38 JDAM dibuat pada akhir bulan September 2004 oleh 87th FW selama penyebaran mereka dalam operasi Iraqi Freedom ke Al Udeid AB, Qatar, sebagai bagian dari ANG "Rainbow Team". Dua F-16 melakukan peluncuran simultaneous GBU-38 pada target yang sama di central Iraq. Bombs mengenai bangunan yang berlantai dua dengan kerusakan yang minimal. Serangan presesi sukses yang dikonfirmasi Abu Musab al-Zarqawi terrorist meeting," Coalition Press Information Center officials said. Pemimpin penerbangan misi ini adalah Lt. Col. Mitch, his wingman was Maj. Brian.



Specifications

Primary Function : Offensive interdiction precision-guided weapon
Contractor : LM Aero & Boeing
Guidance System : GPS assisted Inertial Navigation System
Unit Cost : $18,000 (FY 1999)

GBU-31(V)1/B
3.879 Length (m)
46 Diameter (cm)
946 Launch Weight (kg)
8 - 24 Range (km)
(Mk-84) Bomb

GBU-31(V)3/B
3.774 Length (m)
37 Diameter (cm)
981 Launch Weight (kg)
8 - 24 Range (km)
(BLU-109 Forged Steel Penetrator) Bomb

GBU-38/B
2.353 Length (m)
27.3 Diameter (cm)
253 Launch Weight (kg)
8 - 24 Range (km)
(Mk-82 or BLU-111/B) Bomb

Catatan : sebutan Nomenclature diatas adalah sesuatu yang sangat disederhanakan. Ada sub-variants yang lebih banyak tergantung pada variasi upgrade peralatan pada JDAM kit. Sebutan yang ditunjukan disini merupakan ada maksud yang tersembunyi. GBU-32 juga, 468 kg (1031 lb) Mk83 atau varian BLU-110 telah diuji coba pada F-16 tetapi tidak sering terlihat pada saat ini. Saat ini, GBU-32 series merupakan specific weapon F-22 U.S. Navy dan USAF.



Similar Weapons

Advanced Unitary Penetrator
Advanced Unitary Penetrator (AUP) mempunyai 2.000 lb. penetrator warhead yang ditujukan untuk pengganti BLU-109 warhead. AUP ini dirancang untuk memberikan kemampuan penetrasi yang meningkat dengan tetap menjaga keselurahan berat yang sama, dimensi, dan physical interfaces of the BLU-109 warhead. Sehingga memastikan kompabilitas dengan GBU-31 guidance kit. AUP menggunakan Hard Target Smart Fuze (HTSF), electronic fuze yang dapat mengontrol detonation point (titik peledakan) dengan layer counting, distance atau time. HTSF berisi accelerometer yang dapat merasakan G loads yang disebabkan oleh sudden deceleration of the bomb karena menembus ketarget. Hal ini memungkinkan fuze untuk membedakan antara bumi, beton, batu dan udara.

Small Diameter Bomb (SDB)
Tidak seperti JDAM, Small Diameter Bomb tidak seperti kit yang terpasang didumb bomb, single unit 250lb class weapon yang berbobot 285lbs. Terdiri dari small 50lb warhead dan GPS/INS guidance section dan fold out (melipat keluar) wing kit yang memberikan beberapa kwalitas stand-off range. SDB ini memerlukan BRU-61/A smart pneumatic carriage yang memegang 4 SDB weapons. BRU-61/A dengan 4 SDB dirancang agar sesuai dengan weapons bay F/A-22. SDB saat ini, beroperasional dengan F-15 E USAF. Memiliki penetrator shape yang manawarkan kemampuan similar penetration (penetrasi yang serupa) dengan heavy forged steel penetrator BLU-109. Airburst juga merupakan opsi attack. Pinpoint accuracy weapon ini dikombinasikan dengan penetration capability (kemampuan penetrasi), lebih dari cukup untuk menggantikan warhead yang lebih kecil. Tes awal dengan F-16 telah dilakukan. Saat ini, unit cost SDB sangat tinggi jika dibandingkan dengan JDAM kit.

Enhanced Paveway/Paveway IV
Dirancang dengan U.K. inventory of free-fall bombs in mind, yang tidak seseuai dengan JDAM kit. Paveway IV merupakan kombinasi laser guided/GPS kit. Hal ini dapat digunakan sebagai LGB, atau jika target tertutup oleh cuaca, sebagai GPS-guided munition. Unit costnya lebih tinggi daripada LGB kit. Enhanced Paveway digunakan oleh UK dan F-117 USAF di Irak. Enhanced Paveway juga digunakan oleh US Navy. Paveway IV merupakan pengembangan yang lebih lanjut dari Enhanced Paveway, menambahkan second-generation anti-jam, anti-spoof GPS dengan low-cost inertial measurement unit ke laser seeker.

Longshot
Longshot oleh Lockheed/Martin, adalah low-cost, GPS/INS self-contained wing adaptor kit yang menyediakan range extension (perluasan jangkauan) dan autonomous guidance capability untuk memperluas jangkauan air-to-surface munitions yang ada. Wireless operation. LongShot tidak memerlukan MIL-STD-1760 interface Using the UHF radio pada jet untuk memukul target menggunakan keypad seperti yang ada di Upfront Display.

French AASM GPS kit
GPS guidance kit untuk free-fall bombs, dikembangkan oleh Sagem. Saat ini, tersedia untuk 500lb bomb, tetapi kits untuk heavier bombs masih dibawah pengembangan. Kit ini cocok dengan optional strap-on IR seeker. Kit ini kemungkinan dikembangkan dengan new Rafale fighters. Konfigurasi umum untuk Rafale dan weapon ini akan menjadi 3 pada setiap wing dengan new triple ejector rack, yang juga dapat menahan GBU-12 (500lb LGB).

SPICE
GPS kit Israel dengan IR seeker. Kit sepenuhnya membungkus bomb. Unit costnya tidak diketahui.

KAB-500E
GPS/Glonass kit untuk 500kg bomb Russia. Jumlah total biaya dan pengembangan untuk Russian Air Force tidak diketahui.

LS-6
LS-6 merupakan solusi untuk Chinese PLAAF yang menggunakan 462 kg. class dumb iron yang digabungkan dengan GPS assisted precision kit. Hal ini juga termasuk fold out wing untuk memperluas glide range.




8. M61 A1 Vulcan
20mm gatling gun system


Introduction

M61A1 Vulcan General Electric merupakan 6-barrel 20mm cannon of the gatling-type. Standar penembakan 50 ammunition pada 6.000 round per menit (rate selectable in certain installations).


History

Pada tahun 1947 the brand new USAF membuat permintaan untuk new aircraft gun. Pelajaran dari WWII yang mana Fighter Jerman, Italia dan Jepang dapat menjangkau dan menyentuh Amerika dengan cannon main armament mereka, sedangkan yang keduanya mereka harus bangkit dengan 50 cal main armament P-51 dan P-47. 20mm Hispano yang dibawa oleh P-38 merupakan relatively low velocity weapon (senjata yang kecepatannya relatif rendah). Ide tentang menaikan unlimited ammo sampai akhir abad 19 "Gatling" type weapon, dan mengaktifkannya secara electrik telah dicoba oleh US Navy untuk digunakan pada Torpedo/gun boats mereka. Dan hasilnya adalah high rate of fire dan high rate of barrel wear out. Dengan propellant waktu itu dan periode metalurgi ketika itu merupakan ide yang bagus tetapi teknologi belum siap untuk merealisisasikannya.

Pada tahun 1950, US General Electric Company memulai desain cannon untuk Fighter USAF dibawah proyek Vulcan, yang berbasiskan pada konsep multi-barrel yang dipelopori oleh Richard J. Gatling diabad 19. Vulcan ditembakan pertama kali dalam pre-production form ditahun 1953, dan diterbangkan pertama kali oleh F-104 Lockheed. Masalah pertama dengan gas bleed mengakibatkan penghentian sementara tes penembakan, sampai venting system lebih baik untuk kompartemen F-104 gun dirancang.

Saat ini, setelah masa penghentian (ketika senjata tersebut telah dianggap usang karena adanya missile) M61 dalam one form atau yang lainnya merupakan bagian integral armament modern fighter seperti F-15, F-18 dan tentu saja seperti F-16.

Baru-baru ini divisi GE's armament diambil alih oleh Martin Marietta, lalu M-61 secara resmi dikenal sebagai M61A1 Lockheed-Martin dengan perbedaan utama yang menjadi versi A1 yang telah memiliki linkless feed system.


Construction

Multiple-barrels cannon menawarkan keunggulan dalam tingkat penembakan dan dalam barrel life. Dengan 6 barrels revolve, senjata tersebut melanjutkan berbagai tahap siklus penembakan gun, setiap barel yang akan ditembakan harus melalui posisi teratas. Setelah dihabiskan, kemudian di extract dan dieject, dan new round dimasukan dan chambered – semua pada posisi yang berbeda pada circle yang dideskripsikan oleh revolving barrel. Hal ini berarti bahwa tingkat penembakan dikalikan dengan jumlah barel, 6 barel diload/dimuat secara parallel. Selanjutnya, karena setiap barel hanya ditembakan pada 1/6th total firing rate, barrel wear and tear tidak bertambah, kelemahan utamanya adalah bahwa amunisi yang harus dikonsumsi sangat banyak dan membutuhkan ammo magazines yang lebih besar.

Gun Maintenance at Hill AFB: the barrel assembly has already been removed, while the ammo drum is currently being lifted out. (F-16.net photo)
Gun dimasukan melalui long linked belts of ammo, dan meskipun gun muncul sejak awal pengembangan agar menjadi yang sangat dihandalkan, tingkat penembakan yang belum pernah terjadi sebelumnya disebabkan oleh masalah berat dengan belts ini. Link yang menyambungkan round sering ditekuk, pecah atau diregangkan, menyebabkan gun menjadi macet. Selanjutnya, ketetapan yang harus dibuat adalah membuang link. Akibatnya pengembangan new linkless memberikan sistem sangat cepat untuk pemulaian. Didalam drum, round (tips to the middle) ditempatkan di giant Archimedean screw yang memindahkannya kedalam conveyor belt yang akan diberikan kepada gun. F-16 dan beberapa instalasi lainnya (instalasi M61A1 dibuat khusus untuk setiap jenis pesawat), empty case diangkut kembali ke drum melalui second conveyor belt. Baik conveyor belts yang disimpan di strong flexible ducts (saluran fleksibel yang kuat) dan yang diaktifkan oleh gun dan screw didalam drum yang digerakan melalui high-power flexible coupling.


Kebanyakan M61A1 family digerakan oleh sistem hidrolik pesawat atau (yang sangat luar biasa) digerakan oleh sistem tenaga listrik. 35hp dibutuhkan untuk menggerakan gun pada saat full firing rate, dan rotasi barel anticlockwise (berlawanan dengan arah jarum jam) bila dilihat dalam arah penembakan. Stationary breech housing memliki deep elliptical slot didinding bagian dalam yang menjalankan 6 cam followers, pada breech disetiap barel, follower digerakan secara linearl/garis lurus dalam atau tanpa breech, berturut-turut chambering, penembakan dan mengekstrak round. Breech rotor, untuk yang dipasang di 6 barrels, berputar didalam breech housing.

Di muzzle end/akhir moncong, 6 barel dipasang di clamp. Clamp ini dapat diganti dengan model lain, sehingga menawarkan sarana untuk memvariasikan barrel angle dan membuat dispersi yang sedikit berbeda. Bagian dalam setiap barel disediakan dengan twisted groove (siklus yang memutar) untuk memberikan round gerakan berputar.



F-16 Installation

Instalasi M6A1 di F-16 mengalami beberapa masalah awal, terutama pada bulan September 1979 ketika penembakan gun dilarang sementara waktu. Dua insiden telah terjadi dimana penembakan gun mengakibatkan uncommanded yawing movements (gerakan penembakan tanpa diperintah/dikehendaki). Penyebab masalah ini adalah accelerometer dalam the flight-control system terpengaruh oleh getaran yang disebabkan oleh pengoperasian gun. Accelerometer memberikan false data kedalam flight computer, yang memprakarsai yaw movements (gerakan yang tidak diperintahkan). Isolasi accelerometer yang sederhana dari getaran dapat memcahkan masalah tersebut. Semua 106 operasional F-16 dikirimkan sampai jadwal retrofitt selama tahun 1980.

M61 A1 Vulcan installation in aBAF F-16B, with all access panels open. (F-16.net photo)

Ammo drum terletak hanya di aft of the cockpit (bagian belakang kokpit) dengan ammo loading access door di bottom half of the starboard wing (bagian bawah setengah bagian kanan sayap), disamping air intake. Gun itu sendiri terletak di upper port side of the fuselage (sisi kiri atas bagian pesawat), dengan gun port di port side of the cockpit. Ammo drum memiliki kapasitas 511-round.

Gun controller adalah unit elektronik yang sebenarnya mengatur penembakan gun. Voltage pulse (tegangan tekanan) dikirim keluar dari gun controller untuk menembakan setiap round dalam ledakan tembak (firing burst). Pada akhir burst ketika trigger dilepaskan, gun akan membereskannya dengan sendirinya. Dalam operasi clearing 5 sampai 9 round tidak ditembakan melalui putaran gun tanpa firing pulses (tegangan tembakan), dan memberikannya kembali ke ammo drum. Round ini dilakukan selama penerbangan sebagai spent rounds dan tidak bisa digunakan. SMS (Stores Management System) memiliki rounds remaining counting function yang menghitung setiap tegangan tembakan dari gun controller dan subtracts dari jumlah muatan round. Dalam operasi clearing, walau bagaimanapun tidak ada pulse/tegangan atau cara menentukan jumlah clearing round yang sebenarnya. Oleh karena itu, SMS mengasumsikan 7, karena bisa jadi ada perbedaan antara round yang tersisa di SCP dan jumlah round tersisa yang sebenarnya ditembakan. Penembakan ini dapat menjadi lebih besar dengan peningkatan jumlah clearing.



Operational Use

Gun membutuhkan waktu sekitar 0.3 detik untuk menyelesaikan full rate of fire, dan setengah detik untuk kembali lagi. Beberapa kritikus (terutama analisis pertahanan Pierre Sprey didalam sebuah makalah yang disebut dengan First Rounds Count) menyatakan bahwa aim/bidikan yang paling benar adalah ketika pilot menarik triggel atau pelatuk, dan kemudian setelah itu mulai menyimpang.

A close-up of the gunport of a Dutch F-16B after a live-firing exercise. Hot gasses from the muzzle have left carbon traces, which -if not removed- corode the paint. (F-16.net photo)

Close up of the M61 gunport on a Norwegian F-16A. The copper color is copper-grease, applied to the gunport to protect it from the hot gasses during firing. Burns from the gasses are difficult to clean after a firing period. (F-16.net photo)

Oleh karena itu, 0.3 detik delay akan menyebabkan gun akan menembakan tepat setelah piper yang terbaik selaras dengan target. Revolver cannon seperti Mauser BK27 (yang dipasang diTornado) tidak memiliki masalah ini, karena mencapai maximum rate of fire instantly (tingkat maksimum penembakan secara instan). Sebuah perhitungan yang sederhana, namun menunjukan bahwa penembakan M61 70 rounds didetik pertama (6.000 rounds/minute = 100/detik. 30% detik kedua merupakan penembakan yang tidak akurat, sehingga meniggalkan penembakan 70 round di detik pertama). Penembakan BK27 di 1.700 rpm, atau 28 round perdetik.

Untuk menembakan jumlah round yang sama didetik pertama, anda masih membutuhkan 3 BK27 dalam penggantian satu Vulcan – tantangan yang cukup untuk menempatkannya dalam limited space available (ruang terbatas yang tersedia) di F-16 !

Tingkat penembakan 6.000 rpm atau 100 rps yang berarti bahwa shells diberi jarak sekitar 0.01 detik. MiG-29, dengan panjang 56ft 5 (17.20m) dan 90? angle-off (yaitu dengan arah tegak lurus penerbangan ke arah penerbangan F-16) terbang di 543kts (1.000 km/h) atau 278m/sec perjalanan 2.78m di 0.01 detik. Oleh karena itu, Fulcrum akan terkena sedikitnya 5-6 kali jika aim/bidikannya benar (17.2/2.78=6.187).



Specifications

Sound
Karena tingkat penembakan Vulcan yang sangat tinggi, adalah mustahil untuk membedakan antara individual 'shots'. Sangat berbeda dari typical movie sound-effects, M61 sounds lebih seperti bor beton berat (heavy concrete drill). 5 detik sound fragment VADS (Vulcan Air Defense System), yang digunakan oleh Belgian Air Force untuk titik pertahanan lapangan udara. Sayangnya hanya AU file format yang saat ini tersedia – browser yang paling banyak, namun mendukung format ini.

Ammunition
Komponen yang membentuk complete round adalah brass cartridge case, an electric primer,propellant powder, dan projectile. Proyektil ditembakan ketika electrical pulse diaplikasikan ke primer. Nyala api yang dihasilkan melalui gas vent menuju kepropellant chamber dan membakar propelant. Ketika propelant terbakar, membentuk gas yang memaksa proyektil menuju gun barrel. Satu-satunya perbedaan yang signifikan antara 5 jenis amunisi berada dalam proyektilnya. Yang terletak dibelakang disemua proyektil adalah band of soft metal yang menjadi dudukan di grooves/alur of the gun barrel. Grooves dalam barrel diputar sehingga proyektil menerima gerakan rotasi berputar karena bergerak dan meninggalkan melalui gun barrel. Rotasi ini diinduksi untuk memberikan stabilitas dalam penerbangan. Soft band juga berfungsi untuk mencegah propelling gas dari escaping past the projectile.


Dummy Ammunition
Kode warna dummy ammunition dapat berupa bronze/tambaga atau shades of gray/ bernuansa abu-abu atau tan/coklat. Amunisi Dummy digunakan untuk memeriksa gun system.

M55A1/A2 Target Practice Round (M220 TP Tracer Round)
M55A1 dan M55A2 target practice (TP) round adalah ball ammunition, dengan body yang terbuat dari baja. Proyektil tersebut berongga dan tidak mengandung filler.

M53 Armor-Piercing Incendiary Round
Body M53 armor-piercing incendiary (API) projectile terdiri dari solid steel. Hidung proyektil yang terbuat dari aluminum alloy, dicharged dengan komposisi pembakar, dan ditutup dengan closure disk. Proyektil tersebut tidak memerlukan fuze karena terbakar setelah impact.

M56 High Explosive Incendiary Round (XM242 HEI Tracer)
M56 high-explosive incendiary (HEI) round berisi proyektil HEI. Round ini digunakan untuk menghadapi target pesawat dan target ringan. Proyektil meledak dengan efek pembakaran setelah menembus permukaan target. Proyektil HEI memerlukan fuze yang memiliki jarak delay arming 20 sampai 35 kaki dari muzzle gun. Centrifugal force, yang diciptakan oleh spin, memungkinkan detonator untuk menyelaraskan firing pin dan booster, sehingga arming/mempersenjatai the round. Setelah impact, penekanan proyektil ketarget menghancurkan nose of the fuze dan memaksa firing pin malawan detonator. Booster diprakarsai oleh detonator yang menyebabkan proyektil meledak.

PGU-28
Dimulai dengan Block 50 (sejauh yang berkenaan dengan F-16 saja) penetapan telah dibuat untuk menembak new 'hotter, faster, farther' PGU-28 round. Konon, 3 kali perjalan sejauh standard M53 round, secara efektif menutup celah antara Sidewinder minimum engagement range dan gun's maximum engagement range.

Ammunition Specifications 




Specifications
Length : 1,875mm (73.8in)
Weight : 120kg (265lbs)
Muzzle Velocity : 1,036m/s (3,400ft/s)
Rate of Fire : Max 6,600 rps (can be set to 4,000 or 6,000)




9. Other Armament


Other Air-to-Air Missiles

Beberapa operator F-16 ekspor membawa missile air-to-air khusus mereka sendiri di tempat Sidewinder/AMRAAM set yang dibawa oleh F-16C/D USAF.

Pesawat F-16 Pakistan dapat membawa Matra R.550 Magic 2 air-to-air infrared homing missiles dan Sidewinder. Original Magic I mulai beroperasi pada tahun 1975, dan improved Magic 2 mulai beroperasi pada tahun 1985. Penembakan kwalifikasi pertama R.550 dari F-16 pada bulan Mei 1989. Magic 2 berbeda dari Magic 1 dalam memiliki all-aspect infrared seeker, yang dapat membantu peluncuran air-interception radar pesawat dan mengerahkannya ketarget yang telah ditentukan sebelum peluncuran (seeker Magic 1 melakukan autonomous search sebelum peluncuran). R.550 memiliki launch weight (berat peluncuran) 198 pound, panjang 109 inchi, diameter body 6.2 inchi dan fin span 26.3 inchi, jangkauan maksimum sekitar 10 kilometer. Missile memiliki 28-pound rod/fragmentation type high explosive warhead dengan all-sector proximity fuse atau impact-loop detonation yang lebih cocok untuk head-on interceptions daripada warhead Magic 1.

Pesawat F-16 Israel dapat membawa missile Rafael Python 3 diSidewinder wingtip rails. Python 3 dibawa kedalam layanan Israel selama serbuannya ke Libanon tahun 1982, dengan pre-production round sedang diuji dalam actual air-to-air combat melawan pesawat Syiria. Python 3 merupakan infrared homer yang memiliki berat sekitar 265 pound dab panjang 118 inchi dengan diameter body 6.25 inchi dan fin span 33.9 inchi. Dengan berat warhead conventional rod-type high-explosive 24 pound, ia memiliki jangkauan maksimum sekitar 15 kilometer dan kecepatan maksimum 3.5 Mach. infrared seeker Python 3 memiliki plus atau minus 30- derajat gimbal angle dan dapat dioperasikan di boresight, uncaged, atau radar-slaved mode. Python 3 diklaim oleh Israel memiliki kecepatan, radius memutar, dan jangkauan yang lebih tinggi dari AIM-9L Sidewinder.

Pesawat F-16 A/B khusus melayani dengan air defense units of the Air National Guard yang bisa membawa dan meluncurkan missile AIM-7 Sparrow dari underwing hardpoint terluar. Selain itu customer ekspor F-16 seperti Bahrain dan Mesir dapat membawa dan meluncurkan missile Sparrow, versi untuk saat ini adalah AIM-7M dan AIM-7P. Versi Sparrow pertama untuk melihat skala besar layanan adalah AIM-7E, AIM-7E2, dan AIM-7F, tetapi hasil combat dengan missile ini selama tahun 1960-an diatas Vietnam mengecewakan. Versi AIM-7F Sparrow memperkenalkan solid-state electronics sebagai pengganti miniature vacuum tubes versi sebelumnya. Hal ini dapat memungkinkan miniaturisasi warhead yang akan maju kedepan wing, dengan bagian belakang missile yang dikhususkan hampir seluruhnya kerocket motor. Ruang ekstra yang disediakan oleh pengenalan solid-state miniaturization dapat memungkinkan untuk pengenalan dual-thrust booster/sustainer rocket motor, jangkauan efektif Sparrow menjadi 2kali lipat (sampai 28-30 mil). AIM-7L memiliki tube lebih sedikit dan solid state features yang lebih padat. AIM-7M diperkenalkan pada tahun 1982, menampilkan inverse-processed digital monopulse seeker yang lebih sulit untuk dideteksi dan dijam dan menyediakan kemampuan look-down, shoot-down yang lebih baik. AIM-7P dilengkapi dengan guidance electronics yang ditingkatkan termasuk on-board computer yang berbasis pada teknologi VLSIC. Hal ini dimaksudkan agar memiliki kemampuan yang lebih baik terhadap target kecil seperti cruise missiles dan sea-skimming antiship missiles.

AIM-7M memiliki panjang 12 kaki dan memiliki berat peluncuran/launch weight sekitar 500 pounds. Missile tersebut membawa 85-pound high-explosive blast fragmentation warhead. Memiliki 2 sets of delta-shaped fins – satu set fixed fins dibagian belakang missile dan satu set movable fins ditengah missile untuk pengemudian. Jangkauan efektif maksimum sekitar 45 kilometer (28 mil).


Bombs and Ground-Attack Missiles

Pesawat F-16 memiliki 6 underwing hardpoint dan 1 under-fuselage hardpoint untuk membawa fuel tanks atau weapons. Beberapa jenis weapon dapat dibawa, termasuk missile air-to-surface, "smart" bombs, conventional iron bombs, dan bahkan senjata nuklir.

Guided weapons yang dapat dibawa oleh F-16 termasuk missile antiradiation seperti AGM-45 Shrike, AGM-78 Standard, dan Texas Instruments AGM-88 HARM.

Pesawat F-16 Norwegia memiliki role anti-shipping yang sangat penting, dan dapat membawa dan meluncurkan missile locally-built Kongsberg Vapenfabrikk Penguin 3 antiship. Pengiriman Penguin 3 dimulai pada tahun 1987, senjata ini telah diuji oleh USAF dengan sebutan AGM-119. Midcourse guidance adalah dengan inertial system dan radio altimeter, sementara bidikan akhir dengan infrared seeker.

Impressive array of bombs dapat membawa 6 underwing pylons. F-16 dapat mengirimkan smart, laser-guided bombs jika ada pesawat lain yang dilengkapi dengan laser didekatnya (atau facility on the ground) yang dapat menerangi target yang akan diserang. Kemudian F-16 C/D yang diolengkapi dengan LANTIRN dapat membawa laser designator mereka sendiri dan oleh karena itu dapat mengirimkan smart bombs tanpa bantuan.




10. US Tri-Service Designation System Electronic Equipment


Pada tahun 1962, militer US mengadopsi apa yang disebut dengan "Tri-Service" dan masih digunakan sampai saat ini. Dibawah sistem three services (USAF, USN dan USMC) yang merupakan sebutan umum untuk penggunaan pesawat, guided missiles dan perlengkapan elektronik. Konvensi tersebut dijelaskan dalam DEPARTMENT OF DEFENSE PUBLICATION 4120.15-L dan secara resmi dikenal dengan MDS (MISSION, DESIGN, AND SERIES SYSTEM). Dibawah ini adalah rincian designation system/sistem sebutan untuk perlengkapan elektronik :


General Format

Sebutan khas untuk perlengkapan elektronik (electronic equipment) memiliki format sebagai berikut :



Dengan X untuk arbitrary letter (surat kekuasaan) dan hash-mark untuk arbitrary digit. Tidak semua letters atau digits selalu digunakan, dan AN/ adalah opsional. Semua karakter memiliki arti khusus sesuai dengan posisi mereka dalam penyebutan :

1. Joint Service Indicator
AN adalah optional joint service indicator, terpisah dari sebutan dengan slash/garis miring. Jumlah bagian dibawah ini sesuai dengan nomor yang ada diatas.

2. Platform / Installation
Menandakan sifat dasar paltform dimana perlengkapan tersebut diinstal.




3. Equipment Type
Menunjukan jenis atau sifat perlengkapan.


4. Purpose
Menunjukan tugas utama perlengkapan tersebut dirancang.




5. Design Number
Seharusnya berurutan, ini menunjukan model vehicle/kendaraan dalam kategori basic mission.

6. Series
Ditunjukan dengan (menurut abjad) modifikasi besar dengan desain aslinya, yang ditunjukan dengan A. I dan O biasanya diabaikan untuk menghindari kebingungan dengan 1 dan 0.

7. Configuration Number
Menunjukan modifikasi kecil.



Contoh

AN/ALQ-131B merupakan Joint-Service, airborne countermeasures device untuk tujuan khusus, model nr.131, modification B.




11.US Tri-Service Designation System Guided Missiles


Pada tahun 1962, militer US mengadopsi apa yang disebut dengan "Tri-Service" dan masih digunakan sampai saat ini. Dibawah sistem three services (USAF, USN dan USMC) yang merupakan sebutan umum untuk penggunaan pesawat, guided missiles dan perlengkapan elektronik. Konvensi tersebut dijelaskan dalam DEPARTMENT OF DEFENSE PUBLICATION 4120.15-L dan secara resmi dikenal dengan MDS (MISSION, DESIGN, AND SERIES SYSTEM). Dibawah ini merupakan rincian designation system/sistem penyebutan untuk guided missiles :


General Format

Sebutan khas Guided Missile memiliki format sebagai berikut :



Dengan X untuk arbitrary letter (surat kekuasaan) dan hash-mark untuk arbitrary digit. Tidak semua letters atau digits selalu digunakan, dan AN/ adalah opsional. Semua karakter memiliki arti khusus sesuai dengan posisi mereka dalam penyebutan (jumlah bagian dibawah ini sesuai dengan nomor pada gambar diatas) :

1. Status Prefix (Rarily Used)
Menunjukan modifikasi khusus untuk missile.


2. Launch Environment
Mengindikasikan type (s) of launching platform(s).


3. Basic Mission
Mengindikasikan tugas utama kendaraan yang dirancang.



4. Vehicle Type
Mengindikasikan jenis kendaraan.


5. Design Number
Seharusnya berurutan, ini menunjukan model vehicle/kendaraan dalam kategori basic mission.

6. Series
Ditunjukan dengan (menurut abjad) modifikasi besar dengan desain aslinya, yang ditunjukan dengan A. I dan O biasanya diabaikan untuk menghindari kebingungan dengan 1 dan 0.

7. Configuration Number
Menunjukan modifikasi kecil.



Example

AIM-9P-4 merupakan merupakan missile air-launched intercept model nr.9, modification P, dan submodification 4.




Sumber: www.f-16.net
Artikel ini merupakan sumbangan dari Formiler Kaskus, agan Penjarah.
Terima kasih Bro! :)